oleh Dr. G. F. Haddad
Damaskus, 12 Rabi’ul Awwal 1425 H, 1 Mei 2004
Segala
puji dan syukur bagi-Mu, wahai Tuhan kami, yang telah membimbing kami
pada samudera Rahmat dari Kebenaran-Mu dan Cahaya-Mu. Allaahumma!
Kirimkan barakah dan salam kedamaian bagi junjungan kami Muhammad saw.,
Penutup para Nabi dan Utusan-Mu, yang membawa Perjanjian Terakhir
“
Quran al-Karim, juga bagi keluarga Beliau dan seluruh Sahabat-Sahabat
Beliau, dan pewaris-pewaris Beliau, baik yang hidup di masa lalu, maupun
di masa kini, terutama pewaris dan wakil utama Beliau di zaman ini. Hamba
yang lemah ini, Gibril ibn Fouad diminta untuk “menulis biografi dan
artikel tentang kekasih kita Mawlana Syaikh Nazim q.s. dalam beberapa
kata-kata anda sendiri tentang kehidupan dan ajaran-ajaran Beliau dan
pengalaman anda bersama Beliau.” Bulan ini adalah bulan Rabi”ul Awwal
1425H (Mei 2004) adalah saat paling tepat untuk melakukan hal ini.
Semoga Allah swt. mengilhami baik penulis maupun pembaca tentang Mawlana
Syaikh Nazim q.s. agar memiliki gambaran yang adil dan tepat terhadap
subjek yang mulia ini. Tak ada daya maupun kekuatan melainkan
dengan-Nya. Sebagaimana Dia melingkupi kebodohan kita dengan Ilmu-Nya,
semoga pula Dia melingkupinya dengan Rahmat-Nya, Amin! (Al-Hamdulillah,
izin telah diperoleh dari Mawlana untuk merilis tulisan ini pada hari
ini.)
Nama
lengkap Mawlana adalah Muhammad Nazim “Adil ibn al-Sayyid Ahmad ibn
Hasan Yashil Bash al-Haqqani al-Qubrusi al-Salihi al-Hanafi q.s., semoga
Allah swt. mensucikan ruhnya dan merahmati kakek moyangnya. Kunya (nama
panggilan) beliau adalah Abu Muhammad “ dari nama anak laki-laki tertua
beliau “ selain itu beliau pula adalah ayah dari Baha’uddin, Naziha,
dan Ruqayya.
Beliau
dilahirkan pada tahun 1341 H (1922 M) di kota Larnaka, Siprus (Qubrus)
dari suatu keluarga Arab dengan akar-akar budaya Tatar. Beliau
mengatakan pada saya bahwa ayah beliau adalah keturunan dari Syaikh
“Abdul Qadir Al-Jailani q.s. Diceritakan pula pada saya bahwa ibu beliau
adalah keturunan dari Mawlana Jalaluddin ar-Ruumi q.s. Ini menjadikan
beliau sebagai keturunan dari Nabi suci Muhammad saw., dari sisi
ayahnya, dan keturunan dari Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, as, dari
sisi ibundanya.
Setelah
menyelesaikan pendidikannya di Siprus, Mawlana melanjutkan ke perguruan
tinggi di Istanbul dan lulus sebagai sarjana Teknik Kimia. Di sana,
beliau juga belajar bahasa Arab dan Fiqh, di bawah bimbingan Syaikh
Jamal al-Din al-Alsuni q.s. (wafat 1375H/1955M) dan menerima ijazah dari
beliau. Mawlana juga belajar tasawwuf dan Thariqat Naqsybandi dari
Syaikh Sulayman Arzarumi q.s. (wafat 1368H/1948M) yang akhirnya mengirim
beliau ke Syams (Syria).
Mawlana
melanjutkan studi Syari”ah-nya ke Halab (Aleppo) Hama, dan terutama di
Homs. Beliau belajar di zawiyyah dan madrasah masjid sahabat besar
Khalid ibn Al-Walid y di Hims/Homs di bawah bimbingan Ulama besarnya dan
memperoleh ijazah dalam Fiqh Hanafi dari Syaikh Muhammad “Ali “Uyun
al-Sud q.s. dan Syaikh “Abd al-Jalil Murad q.s., dan ijazah dalam ilmu
Hadits dari Muhaddits Syaikh “Abd al-”Aziz ibn Muhammad “Ali “Uyun
al-Sud al-Hanafi q.s.
Perlu
dicatat bahwa yang terakhir adalah salah satu dari sepuluh guru hadits
dari Rifa”i Hafizh di Aleppo, Syaikhul Islam “Abd Allah Siraj
al-Din q.s. (1924-2002 M), yang duduk berlutut selama dua jam di bawah
kaki Mawlana Syaikh “Abdullah Faiz Daghestani q.s. ketika yang terakhir
ini mengunjungi Aleppo di tahun 1959 dan yang memberikan bay”at dalam
Thariqat Naqsybandi pada Mawlana Syaikh Nazim q.s., ketika Mawlana
Syaikh Nazim q.s. mengunjunginya terakhir kali di Aleppo di tahun 2001,
sebagaimana diriwayatkan pada saya oleh Ustadz Muhammad “Ali ibn Mawlana
al-Syaikh Husayn “Ali q.s. dari Syaikh Muhammad Faruq “Itqi
al-Halabi q.s. yang juga hadir pada peristiwa terakhir itu.
Mawlana
Syaikh Nazim q.s. juga belajar di bawah bimbingan Syaikh Sa”id
al-Siba”i q.s. yang kemudian mengirim beliau ke Damaskus setelah
menerima suatu pertanda berkaitan dengan kedatangan Mawlana Syaikh
“Abdullah Faiz Ad-Daghestani q.s. ke Syria. Setelah kedatangan awal
beliau ke Syria dari Daghestan di akhir tahun 30-an, Mawlana Syaikh
“Abdullah q.s. tinggal di Damaskus, tetapi sering pula mengunjungi
Aleppo dan Homs. Di kota yang terakhir inilah, beliau mengenal Syaikh
Sa”id al-Siba”i q.s. yang adalah pimpinan dari Madrasah Khalid bin
Walid. Syaikh Sa”id q.s. menulis pada beliau (Mawlana Syaikh
“Abdullah q.s.), “Kami mempunyai seorang murid dari Turki yang luar
biasa, yang tengah belajar pada kami.” Mawlana Syaikh “Abdullah q.s.
menjawab padanya, “Murid itu milik kami; kirimkan dia kepada kami!” Sang
murid itu adalah guru kita, Mawlana Syaikh Nazim q.s., yang kemudian
datang ke Damaskus dan memberikan bay”at beliau pada Grandsyaikh kita
pada kurun waktu antara tahun 1941 dan 1943.
Pada
tahun berikutnya, Mawlana Syaikh “Abdullah q.s. pindah ke rumah baru
beliau yang dibeli oleh murid Syria pertamanya, dan khalifahnya yang
masih hidup saat ini, Mawlana Syaikh Husayn ibn “Ali ibn Muhammad
“Ifrini al-Kurkani ar-Rabbani al-Kurdi as-Syaikhani al-Husayni q.s.
(lahir 1336H/1917M) “ semoga Allah swt. mensucikan ruhnya dan merahmati
kakek moyangnya “ di Qasyoun, suatu gunung yang menghadap Damaskus, yang
Allah swt. berfirman tentangnya; “Demi Tiin dan buah Zaitun! Demi Bukit
Sinai!” (QS. 95:1-2). Qatadah dan al-Hasan Al-Basri berkata, “At-Tiin
adalah Gunung di mana Damaskus terletak [Jabal Qasyoun] dan Zaitun
adalah Gunung di mana Jerusalem terletak.” Diriwayatkan oleh “Abd
al-Razzaq, al-Tabari, al-Wahidi, al-Bayzawi, Ibn al-Jawzi, Ibn Katsiir,
al-Suyuti, as-Syaukani, dll., semua dalam tafsir-tafsir mereka.
Mawlana
Syaikh Nazim q.s. juga membeli sebuah rumah dekat rumah Grandsyaikh dan
bersama Mawlana Syaikh Husayn q.s., membantu membangun Masjid al-Mahdi,
Masjid Grandsyaikh, yang akhir-akhir ini diperbesar menjadi sebuah
Jami”, di mana di belakangnya terletak maqam dan zawiyyah Grandsyaikh,
di tempat mana, hingga saat ini, makanan dan sup ayam yang lezat
disiapkan dalam kendi-kendi yang besar dan dibagi-bagikan bagi kaum
fuqara dan miskin dua kali dalam seminggu.
Kemudian
Mawlana Syaikh Nazim k tinggal di Damaskus sejak pertengahan tahun
40-an hingga awal 80-an, sambil sesekali melakukan perjalanan untuk
belajar atau sebagai wakil dari Grandsyaikh, hingga Grandsyaikh wafat di
tahun 1973. Setelah tahun itu, Mawlana tinggal di Damaskus beberapa
tahun sebelum kemudian pindah ke Siprus.
Jadi,
Mawlana, yang aslinya Cypriot, dan Grandsyaikh, yang asalnya
Daghistani, keduanya telah menjadi penduduk Damaskus “Syamiyyun” dan
tinggal di distrik orang-orang salih (as-saalihiin) yang disebut
Salihiyya! Tak ada keraguan lagi, bahwa pentingnya Damaskus bagi Mawlana
dan Grandsyaikh adalah karena Syam adalah negeri yang penuh barakah dan
terlindungi melalui para Nabi dan Awliya”.
Imam
Ahmad dan murid beliau, Abu Dawud meriwayatkan dengan isnad (rantai)
yang sahih bahwa Nabi suci e bersabda, “Kalian harus pergi ke Syam.
Tempat itu telah terpilih secara Ilahiah oleh Allah swt. di antara
seluruh tempat di bumi-Nya ini. Di dalamnya Dia melindungi hamba-hamba
pilihan-Nya; dan Allah swt. telah memberikan jaminan padaku berkenaan
dengan Syam dan penduduknya!” Imam al-Nawawi berkata dalam kitab beliau
Irsyad Tullab al-Haqa”iq ila Ma”rifati Sunan Khayr al-Khala”iq (s):
“Hadits ini berkenaan dengan fadhillah (keistimewaan) yang besar dari
Syams dan merupakan suatu fakta yang dapat teramati!”
Direktur
pimpinan Dar al-Ifta” (secara literal bermakna “Rumah Fatwa”, maksudnya
Majelis Fatwa seperti MUI di Indonesia, penerj.) di Beirut, Lebanon,
Syaikh Salahud Diin Fakhri q.s. mengatakan pada saya di rumah beliau di
Beirut dan menulis dengan tangan beliau kepada diri saya,
“Pada
suatu pagi di hari Ahad, 20 Rabi”ul Akhir 1386 H, bertepatan dengan
hari Minggu 7 Agustus 1966 M, kami mendapat kehormatan untuk mengunjungi
Syaikh “Abd Allah al-Daghistani q.s.”rahimahullah (semoga Allah swt.
merahmatinya) “ di Jabal Qasyoun di Damaskus atas inisiatif serta
disertai pula oleh Mawlana al-Syaikh Mukhtar al-”Alayli q.s.”
rahimahullah “ Mufti Republik Lebanon saat itu; [yang adalah pula paman
dari Syaikh Hisyam Kabbani q.s., penulis], Syaikh Husayn Khalid q.s.,
imam dari Masjid Nawqara; Hajj Khalid Basyir “ rahimahumallah (semoga
Allah swt. merahmati keduanya); Syaikh Husayn Sa”biyya q.s. [saat ini
direktur dari Dar al-Hadits al-Asyrafiyya di Damaskus]; Syaikh Mahmud
Sa”d q.s.; Syaikh Zakariyya Sya”r q.s.; dan Hajj Mahmud Sya”r. Syaikh
“Abdullah q.s. menerima kami dengan amat baik dan penyambutan yang ramah
serta penuh kebahagiaan dan kegembiraan. Syaikh Nazim al-Qubrusi q.s. “
semoga Allah swt. merahmati dan menjaga beliau “ juga berada di situ
saat itu!
Kami
duduk dari pukul sembilan di pagi hari hingga tiba panggilan adzan
Dzuhur, sementara Syaikh (Grandsyaikh “Abdullah Faiz ad-Daghestani q.s.,
penerj.) “ rahimahullah “ menjelaskan tentang Syams (Syria),
keutamaannya, kelebihan-kelebihannya yang luar biasa, dan bahwa tempat
itu merupakan tempat Kebangkitan dan bahwa Allah swt. akan mengumpulkan
seluruh manusia di dalamnya untuk penghakiman dan hisab. Beliau
menyebutkan pula hal-hal yang membuat hati dan pikiran kami tersentuh
dan tergerak, dikuatkan pula oleh pengaruh suasana distrik Salihiyya
yang suci, dan beliau berbicara pula tentang hubungan yang tak
terpisahkan “ dalam praktik maupun dalam teori “ antara tasawwuf dengan
Syari’ah” Semoga Allah swt. membimbing dan menunjukkan pada kita
petunjuk-Nya dalam perkumpulan dan suhbat dengan Awliya”-Nya yang
shiddiq. Aamiin, yaa Rabbal “Aalamiin!”
Masih
ada banyak lagi nama-nama Ulama dan Awliya” Syams yang prestisius yang
mencintai dan bersahabat dengan Syuyukh kita dalam periode keemasan
tersebut, seperti Syaikh Muhammad Bahjat al-Baytar q.s. (1311-1396),
Syaikh Sulayman Ghawji al-Albani q.s. (wafat 1378 H), ayah dari guru
kami, Syaikh Wahbi q.s., Syaikh Tawfiq al-Hibri q.s., Syaikh Muhammad
al-”Arabi al-”Azzuzi q.s. (1308-1382H) Mufti dari Lebanon, dan Syaikh
utama dari guru kami Syaikh Husayn “Usayran q.s., al-”Arif Syaikh Syahid
al-Halabi q.s., al-”Arif Syaikh Rajab at-Ta”i q.s., Syaikh
al-Qurra” q.s. (ahli qira”at Quran, penerj.) Syaikh Najib Khayyata
al-Farazi al-Halabi q.s., al-”Arif Syaikh Muhammad an-Nabhan q.s.,
Syaikh Ahmad “Izz ad-Din al-Bayanuni q.s., al-”Arif Syaikh Ahmad
al-Harun q.s. (1315-1382H), Syaikh Muhammad Zayn al-”Abidin
al-Jadzba q.s., dan lain-lain “ semoga Allah swt. merahmati mereka
semuanya!
Dari
tiga puluh tahun suhbat (asosiasi) yang barakah antara Mawlana dan
Grandsyaikh tersebut, muncullah Mercy Oceans (secara literal berarti
Samudera Kasih Sayang, merujuk pada buku-buku lama kumpulan suhbat
Mawlana Syaikh Nazim al-Haqqani q.s., penerj.) yang tak tertandingi,
yang hingga kini masih tersebar pada setiap salik/pencari dengan
judul-judulnya: Endless Horizons (“Cakrawala tanpa Batas”, penerj.),
Pink Pearls (“Mutiara-Mutiara Merah Muda”, penerj.), Rising Suns
(“Matahari-Matahari yang tengah terbit”, penerj.). Tak ada keraguan
lagi, kumpulan-kumpulan suhbat awal tersebut adalah tonggak-tonggak
utama dari seruan da”wah Islam seorang diri Mawlana Syaikh Nazim q.s. di
Amerika Serikat dan Eropa, dengan karunia Allah swt.!
Semoga
Allah swt. melimpahkan lebih banyak barakah-Nya pada Mawlana Syaikh
Nazim q.s. dan mengaruniakan pada beliau maqam-maqam tertinggi yang
pernah Dia karuniakan bagi kekasih-kekasih-Nya, berdekatan dengan
junjungan kita, Sayyidina Muhammad saw., yang bersabda,
“Jika
seseorang melakukan perjalanan untuk mencari ilmu, Allah swt. akan
membuatnya berjalan di salah satu dari jalan-jalan Surga, dan para
Malaikat akan merendahkan sayap mereka karena bahagia dan gembira pada
ia yang mencari ilmu, dan para penduduk langit dan bumi serta ikan-ikan
di kedalaman lautan akan memohonkan ampunan bagi seorang pencari ilmu!
Keutamaan dari seorang yang berilmu atas orang beriman kebanyakan adalah
bagaikan terangnya bulan purnama di kegelapan malam atas segenap
bintang-gemintang! Ulama adalah pewaris-pewaris para Nabi, dan para Nabi
tidaklah memiliki dinar maupun dirham, mereka hanya meninggalkan ilmu
dan pengetahuan; dan ia yang mengambilnya sungguh telah mengambil bagian
yang banyak!”
Tempat
pertama yang kudatangi untuk mencari pengetahuan Nabawi (pengetahuan
kenabian) ini adalah London di bulan Ramadan 1411 H, setelah aku
bersyahadat laa ilaaha illa Allah (bahwa tiada tuhan selain Allah swt.),
Muhammadun Rasulullah e (Muhammad saw. adalah utusan Allah swt.). Di
sanalah, aku meraih tangan suci Mawlana untuk pertama kali dan melakukan
bay”at (sumpah setia) setelah diperkenalkan pada Thariqat ini oleh
menantu beliau, dan khalifah beliau di Amerika Serikat, Syaikh Hisyam
Kabbani q.s. “ semoga Allah swt. membimbingnya dan membimbing seluruh
sahabat-sahabat Mawlana!
Aku
mengunjungi Mawlana beberapa kali di rumah beliau di Siprus dan melihat
pula beliau di Damaskus. Di antara hadiah Suhba yang diberikan Mawlana
adalah pada dua minggu terakhir di bulan Rajab di tahun 1422H “ Oktober
2001 “ di rumah dan zawiyah beliau di kota Cypriot Turki, Lefke. Catatan
akan pengalaman ini telah ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris,
serta diterbitkan dengan judul Qubrus al-Tarab fi Suhbati Rajab atau
Kebahagiaan Siprus dalam Suhbat.
Pada
saat itulah, dan juga saat-saat kemudian, selama dua kunjungan
terakhirnya ke Amerika Serikat, ke Inggris, di Siprus, dan Damaskus, aku
mendapatkan dari Mawlana, petunjuk agung yang sama bagi setiap pencari
kebenaran:
“Tujuan
kita adalah untuk melindungi serta melukiskan Nabi Muhammad saw. dan
sifat-sifat beliau yang luhur dan agung, baginya shalawat dan salam
serta bagi ahli-bait dan sahabat-sahabat beliau; yang untuk ini
Allah swt. mendukung kita!”
Dari
sini, aku mengerti bahwa Murid yang sesungguhnya dalam Thariqat
Naqsybandi-Haqqani adalah sahabat, penolong dan pendukung dari setiap
pembela Sayyidina Muhammad saw., dan adalah tugasnya untuk bersahabat
dan berasosiasi dengan para pembela seperti itu karena mereka berada
pada jalan Mawlana, tak peduli apakah mereka adalah Naqsybandi atau
bukan.
Ketika
seorang Waliyyu-llah yang telah berumur delapan puluh tahun-an di
Johor, Malaysia, al-Habib “Ali ibn Ja”far ibn “Abd Allah al-”Aydarus
menerima kami di rumahnya di bulan Mei 2003, mengenakan pakaian yang tak
pernah berubah sejak tahun 1940-an, beliau terlihat seperti Mawlana
dalam segenap aspeknya, dan bahkan terlihat menyerupainya ketika beliau
meminta maaf atas bahasa Arab-nya yang tak fasih. Ketika kami memohon
du”a beliau bagi negeri-negeri kita yang terluka dan bagi
penduduk-penduduknya, beliau menjawab, “Ummah ini terlindungi dan berada
pada tangan-tangan yang baik, dan pada Syaikh Nazim q.s. telah kau
dapati kebercukupan!” Dan, dengan setiap perjumpaan dari murid yang
sederhana dan rendah hati dari Mawlana dengan Awliya” dari Ummat ini;
Mereka (para Awliya” tersebut, penerj.) semuanya menunjukkan rasa hormat
tertinggi serta kerendahan hati yang amat dalam bagi Mawlana dan
silsilah beliau, sekalipun mereka secara harfiah (penampakan luar)
berada pada jalan (thariqat) yang berbeda, seperti al-Habib “Ali
al-”Aydarus q.s. di Malaysia, Sayyid Muhammad ibn “Alawi al-Maliki q.s.
di Makkah, al-Habib “Umar ibn Hafiz q.s. di Tarim, Sayyid Yusuf
ar-Rifa”i q.s. di Kuwait, Syaikh “Isa al-Himyari q.s. di Dubai, Sayyid
“Afif ad-Din al-Jailani q.s. dan Syaikh Bakr as-Samarra”i q.s. di
Baghdad, as-Syarif Mustafa ibn as-Sayyid Ibrahim al-Basir q.s. di Maroko
tengah, Grandmufti Syria (alm.) Syaikh Ahmad Kuftaro ibn Mawlana
al-Syaikh Amin q.s. dan sahabat-sahabatnya Syaikh Bashir al-Bani q.s.,
Syaikh Rajab Dib q.s., dan Syaikh Ramazan Dib q.s.; Syuyukh Kattani q.s.
dari Damaskus; Syaikh (alm.) “Abd Allah Siraj ud-Din q.s. dan keponakan
beliau Dr. Nur ud-Din “Itr; Mawlana as-Syaikh “Abd ur-Rahman
as-Shaghuri q.s.; Dr. Samer al-Nass; dan guru-guru serta saudara-saudara
kita lainnya di Damaskus “ semoga Allah swt. selalu melindungi Damaskus
dan melimpahkan rahmat-Nya bagi mereka dan diri kita! Aku telah bertemu
dengan setiap nama yang kusebut di atas kecuali Syaikh Sirajud-Din q.s.
dan mereka semua mengungkapkan tarazzi atas Mawlana as-Syaikh
Nazim q.s., mengungkapkan keyakinan atas ketinggian wilayah-nya (derajat
kewalian, penerj.) dan memohon do”a beliau atau do”a pengikut-pengikut
beliau;
““Dan cukuplah Allah swt. sebagai saksi. Muhammad itu adalah utusan Allah swt.”“
(QS. 48:28-29)
(QS. 48:28-29)
Sudah
menjadi suatu aturan yang disepakati di antara Rijal-Allah (maksudnya
para Kekasih Allah swt., penerj.) bahwa keragaman jalan ini adalah tema
(dandana, maksudnya kira-kira “diperuntukkan bagi”, penerj.) mereka yang
belum terhubungkan (mereka yang belum mencapai akhir perjalanan, mereka
yang belum mendapatkan “amanat”-nya, penerj.), sementara mereka yang
telah mawsul (“sampai”, penerj.) semua berada pada satu jalan dan dalam
satu lingkaran dan mereka saling mengetahui dan mencintai satu sama
lain. Mereka akan berada di mimbar-mimbar cahaya di Hari Kebangkitan.
Karena itu, kita, para Murid dari jalan-jalan (Thuruq, jamak dari
Thariqat) itu mestilah pula saling mengetahui, mengenal dan mencintai
satu sama lain demi keridhaan Allah swt. dan Nabi-Nya serta para
Kekasih-Nya agar diri kita mampu memasuki cahaya penuh barakah tersebut
dan masuk dalam lingkaran tertinggi dari suhba (persahabatan) dan
jama”ah, jauh dari furqa (perpecahan) dan keangkuhan.
Sebagaimana
Allah swt. berfriman: “Yaa Ayyuha l-ladziina aamanu t-taqu ul-laaha wa
kuunuu ma”as shadiqiin” “Wahai orang-orang beriman takutlah kalian akan
Allah swt. dan tetaplah berada [dalam persahabatan dan kesetiaan] dengan
orang-orang yang Benar (Shiddiqiin)!”; dan Nabi Suci kita saw bersabda,
“Aku memerintahkan pada kalian untuk memgikuti sahabat-sahabatku dan
mereka yang mengikutinya (tabi”in, penerj.), kemudian mereka yang
mengikutinya (tabi”it tabi”in, penerj.); setelah itu, kebohongan akan
merajalela”Tapi kalian mestilah tetap berada pada Jama”ah dan
berhati-hatilah dari perpecahan!”
Jama”ah
inilah yang dilukiskan dalam suatu hadits mutawatir (diriwayatkan
banyak orang, penerj.): Ia yang dikehendaki Allah swt. untuk beroleh
kebajikan besar, akan Dia karuniakan padanya pemahaman yang benar (haqq)
dalam Agama. Aku (mengacu pada Nabi e, penerj.) hanyalah membagikan dan
adalah Allah swt. yang mengkaruniakan! Kelompok itu akan tetap menjaga
Perintah dan Aturan Allah swt., tak akan terlukai oleh kelompok yang
menentang mereka, hingga datangnya Ketetapan Allah swt.”
Ya Allah swt., jadikanlah kami selalu bersyukur atas apa yang telah Kau karuniakan dan yang telah Rasul-Mu dan Habib-Mu bagikan!
Aku
mendengar Mawlana Syaikh Nazim q.s. berkata beberapa kali atas nama
guru beliau, Sultan al-Awliya” Mawlana as-Syaikh “Abd Allah swt.bn
Muhammad “Ali ibn Husayn al-Fa’iz ad-Daghestani tsumma asy-Syami
as-Salihi q.s. (ca. 1294-1393 H)[1]
- dari Syaikh Syaraf ud-Din Zayn al-’Abidin ad-Daghestani ar-Rasyadi q.s. (wafat 1354 H),
- dari paman maternal (dari sisi ibu) beliau, Syaikh Abu Muhammad al-Madani ad-Daghistani al-Rasyadi q.s.[2],
- dari Syaikh Abu Muhammad Abu Ahmad Hajj ‘Abd ar-Rahman Effendi Ad-Daghistani ats-Tsughuri q.s. (wafat 1299 H)[3],
- dari Syaikh Jamal ud-Din Effendi al-Ghazi al-Ghumuqi al-Husayni q.s. (wafat 1292 H)[4],
- juga (keduanya baik ats-Tsughuri maupun al-Ghumuqi) dari Muhammad Effendi ibn Ishaq al-Yaraghi al-Kawrali q.s. (wafat 1260 H)[5],
- dari Khass Muhammad Effendi asy-Syirwani ad-Daghestani q.s. (wafat 1254 H)[6],
- dari Syaikh Diya’uddin Isma’il Effendi Dzabih Allah al-Qafqazi asy-Syirwani al-Kurdamiri ad-Daghestani q.s. (wafat ‘‘‘),
- dari Syaikh Isma’il al-Anarani q.s. (wafat 1242 H),
- dari Mawlana Diya’uddin Khalid Dzul-Janahayn ibn Ahmad ibn Husayn as-Shahrazuri al-Sulaymani al-Baghdadi al-Dimashqi an-Naqsybandi al-’Utsmani ibn ‘Utsman ibn ‘Affan Dzun-Nurayn q.s. (1190-1242 H) dengan rantai isnad-nya yang masyhur hingga Syah Naqsyband Muhammad ibn Muhammad al-Uwaysi al-Bukhari q.s. yang berkata,
Thariqat kami adalah SHUHBAH (persahabatan) dan kebaikannya adalah dalam JAMA’AH (kelompok)
Semoga
Allah swt. meridhai diri mereka semuanya, merahmati mereka, dan
mengaruniakan pahala-Nya bagi mereka, dan memberikan manfaat bagi kita
lewat mereka melalui telinga kita, kalbu-kalbu kita, dan keseluruhan
wujud diri kita, Amin!
Beberapa
kritik dari ‘Calon Sufi’ atas Thariqat Haqqani mengatakan atas thariqat
kita dengan apa yang mereka sebut sebagai ‘kurang dalam sisi ilmu’.
Seorang Sufi yang teliti akan menjadi orang terakhir yang mengatakan
kritik yang menyesatkan seperti itu! Semestinya mereka menjadi
orang-orang pertama yang mengetahui bahwa ilmu, sebagai ilmu saja, tidak
hanya tanpa manfaat, tapi juga dapat menjadi perangkap mematikan yang
mengarah kepada kebanggaan syaithaniyyah. Tak ada maaf baik bagi ia yang
sombong (yaitu dengan ilmunya, penerj.) maupun ia yang bodoh; hanya
Sufi yang penuh cinta, ketulusan, serta bertaubat-lah, walau memiliki
kekurangan dalam ilmu dan adabnya, yang lebih dekat pada Allah swt. dan
pada ma’rifatullah (pengenalan akan Allah swt.) daripada seorang Sufi
berilmu yang menyimpan dalam kalbunya kebanggaan sekalipun hanya setitik
debu. Semoga Allah swt. melindungi diri kalian dan diri kami!
Ibrahim
al-Khawwass berkata bahwa ilmu (pengetahuan) bukanlah untuk mengetahui
banyak hal, tapi untuk menaati Sunnah dan mengamalkan apa yang diketahui
sekalipun itu hanya sedikit.
Imam
Malik berkata bahwa ilmu bukanlah untuk mengetahui banyak hal, tapi ia
adalah cahaya Allah swt. yang Dia timpakan pada hati.
Imam as-Syafi’i berkata bahwa ilmu bukanlah untuk mengetahui bukti dan dalil, melainkan untuk mengetahui apa yang bermanfaat.
Dan
ketika seseorang berkata tentang Ma’ruf al-Karkhi (murid dari Dawud
at-Ta’i, yang merupakan murid dari Habib ‘Ajami, murid dari Hasan
al-Bashri; guru dari Sari as-Saqati, guru dari Sayyid Taifa Junayd
al-Baghdadi, penerj.), ‘Dia bukanlah seseorang yang amat alim
(berilmu),’ Imam Ahmad pun berkata, ‘Mah! Semoga Allah swt.
mengampunimu! Adakah hal lain yang dimaksudkan oleh Ilmu selain dari apa
yang telah dicapai oleh Ma’ruf’!’
Kritik
lain berisi keberatan atas Rabitah atau ‘Ikatan’, suatu karakteristik
khusus dari Thariqat Naqsybandi. Lebih jelasnya, mereka yang mengkritik
rabitah ini berkeberatan atas unsur tasawwur atau ‘Penggambaran’ dalam
rabitah yang meminta Murid untuk menggambarkan citra sang Syaikh dalam
hatinya di permulaan maupun selama dzikir. Tetapi Allah swt. telah
berfirman, ‘Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah saw itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah swt. dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah swt.’ [33:21] dan Dia berfirman pula, ‘Dan masuklah ke rumah-rumah
itu dari pintu-pintunya; ‘ [2:189] dan karena itulah kita datang kepada
Nabi saw melalui ash-Shiddiq as, dan datang kepada yang terakhir ini
melalui Salman y, dan masuk kepada yang terakhir ini melalui Qasim y,
dan kepada yang terakhir ini melalui Sayyid Ja’far u, dan seterusnya.
Karena ‘Ulama adalah pewaris para Nabi", dapat dipahami bahwa sang
Mursyid adalah teladan kita akan teladan dari Nabi tersebut (di ayat
33:21 di atas, penerj.) dan ia (sang Mursyid) mestilah seseorang di
antara mereka yang atas mereka, Nabi e bersabda, ‘Jika kalian melihat
mereka, kalian ingat akan Allah swt.!’ Hadits ini diriwayatkan dari Ibn
‘Abbas , Asma’ bint Zayd, dan Anas (semoga Allah swt. ridha atas diri
mereka semua), juga dari Tabi’in Sa’id ibn Jubayr, ‘Abd al-Rahman ibn
Ghanam, dan Muslim ibn Subayh.
Beberapa
orang memprotes terhadap konsep fana’ sang Murid dalam diri Syaikh,
atau fana’ fis-Syaikh. Mereka berkata, ‘Syaikhmu hanyalah seorang
manusia; jadikanlah fana’-mu pada diri Rasulullah e!’ Tetapi, adalah
salah untuk menyamakan sang Syaikh pembimbing sama seperti yang lain.
Syaikh Ahmad Sirhindi q.s.’ qaddas-Allahu sirrahu - berkata: ‘Ketahuilah
bahwa melakukan perjalanan (suluk) pada Thariqat yang paling Mulia ini
adalah dengan ikatan (rabitah) dan cinta pada Syaikh yang kita ikuti.
Syaikh seperti itulah yang berjalan di Jalan ini dengan keteguhan
(istiqamah), dan ia tercelupi (insabagha) dengan segenap macam
kesempurnaan melalui kekuatan daya tarik Ilahiah (jadzbah). Pandangannya
menyembuhkan penyakit-penyakit hati dan konsentrasinya atau pemusatan
pikirannya (tawajjuh) mengangkat habis cacat-cacat ruhani. Pemilik dari
kesempurnaan-kesempurnaan ini adalah Imam dari zaman ini dan Khalifah
pada waktu itu’ Dan, ikatan kita (padanya) adalah (melalui) cinta, dan
hubungan (nisba) kita dengannya adalah pencerminan dan pencelupan diri,
tak peduli apakah diri kita dekat atau jauh (secara fisik darinya,
penerj.). Hingga kemudian sang murid akan tercelupkan dalam Jalan ini
melalui ikatan cintanya pada sang Syaikh, jam demi jam, dan tercerahkan
oleh pantulan cahaya-cahayanya. Dalam pola seperti ini, pengetahuan akan
proses bukanlah suatu prasyarat untuk memberi atau menerima manfaat.
Buah semangka matang oleh panas Sang Surya jam demi jam dan menghangat
dengan berlalunya hari’ Sang Semangka semakin matang, namun pengetahuan
macam apakah yang dimiliki sang semangka akan proses ini’ Apakah sang
Surya bahkan mengetahui bahwa dirinya tengah mematangkan dan
menghangatkan sang Semangka’ Sebagaimana disebutkan di atas,
berkeberatan atas konsep fana’ fis-Syaikh adalah berarti pula
berkeberatan akan cinta pada sang Syaikh. Kita semua memiliki keinginan
dan tujuan untuk mencintai Syaikh kita dan mengetahui bahwa ia-lah objek
yang paling patut menerima cinta dan hormat kita di dunia ini.
Sebagaimana sang penyair berpuisi:
Atas kesetiaan padamu yang suci dan tuluslah, aku mengatakan:
Cinta atasmu terpahat dalam kalbu dari kalbu-kalbuku,
Sebagai suatu ukiran yang dalam [NAQSY], suatu prasasti kuno.
Tak kumiliki lagi kehendak [IRADA] apa pun, selain cintamu,
Tak pula dapat kuucapkan apa pun padamu, selain "aku cinta padamu".
Tentang
hal ini, Mawlana berkata pada suatu kesempatan baru-baru ini, ‘Kita
telah diperintahkan untuk mencintai orang-orang suci. Mereka adalah para
Nabi, dan setelah para Nabi, adalah para pewaris mereka, ‘Awliya’. Kita
telah diperintahkan untuk beriman pada para Nabi, dan iman memberikan
pada diri kita ‘Cinta’. Cinta membuat manusia untuk mengikuti ia yang
dicintai. ITTIBA’ bermakna untuk mencintai dan mengikuti, sementara
TA’AT bermakna [hanya] untuk mengikuti. Seseorang yang taat mungkin taat
karena paksaan atau karena cinta, tetapi tidaklah selalu karena cinta.’
‘Nah,
Allah swt. menginginkan hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya. Dan para
hamba tidaklah mampu menggapai secara langsung cinta atas Tuhan mereka.
Karena itulah, Allah swt. mengutus, sebagai utusan dari Diri-Nya, para
Nabi yang mewakili-Nya di antara para hamba-Nya. Dan setiap orang yang
mencintai Awliya’ dan Anbiya’, melalui Awliya’ akan menggapai cinta para
Nabi. Dan melalui cinta para Nabi, kalian akan menggapai cinta
Allah swt.’
‘Karena
itu, tanpa cinta, seseorang tak mungkin dapat menjadi orang yang
dicintai dalam Hadirat Ilahi. Jika kalian tak memberikan cinta kalian,
bagaimana Allah swt. akan mencintai kalian’’
‘Namun
manusia kini sudah seperti kayu, yang kering, kayu kering, mereka
menyangkal cinta. Mereka adalah orang-orang yang kering ‘ tak ada
kehidupan! Suatu pohon, dengan cinta, terbuka, bersemi dan berbunga di
kala musim semi. Tetapi kayu yang telah kering, bahkan seandainya tujuh
puluh kali musim semi mendatanginya, tak akan pernah terbuka. Cinta
membuat alam ini terbuka dan memberikan buah-buahannya, memberikan
keindahannya bagi manusia. Tanpa cinta, ia tak akan pernah terbuka, tak
akan pernah berbunga, tak akan pernah memberikan buahnya.’
‘Jadi
Cinta adalah pilar utama paling penting dari iman. Tanpa cinta, tak
akan ada iman. Saya dapat berbicara tentang hal ini hingga tahun depan,
tapi kalian harus mengerti, dari setetes, sebuah samudera!’ (akhir
suhbat Mawlana).
Dengan
dan melalui Mawlana, Allah swt. telah membuat segala macam hal yang
sulit menjadi mudah. Kita amat bersyukur mengetahui beliau karena
beliaulah jalan pintas bagi kita menuju nuur/cahaya dalam Agama ini. Nur
ini adalah tujuan dan sasaran dari setiap orang yang sehat. Nur dan
cahaya inilah yang dilukiskan dalam ayat yang Agung, ‘Allah swt.
menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As
Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal-lah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah swt.).’ [2:269] Semoga Allah swt.
mengaruniakan bagi diri kita hikmah ini dan menjaga diri kita pada Jalan
yang telah Dia perintahkan dan Dia sukai bagi diri kita! Semoga
Allah swt. mengaruniakan pada Mawlana umur panjang dalam kesehatan dan
mengaruniakan pada diri kita tingkatan (maqam) Murid yang Sejati demi
kehormatan dari Ia yang paling terhormat, Nabi Muhammad saw.!
- Ada beberapa variasi pendapat tentang tahun lahir Mawlana as-Syaikh ‘Abd Allah q.s., berkisar dari 1284 H (dalam kitab at-Thariqat an-Naqsybandiyya, karangan Muhammad Darniqa) hingga 1294 H menurut murid tertua Syaikh ‘Abdullah q.s., Mawlana as-Syaikh Husayn q.s. (dalam kitab at-Thariqat an-Naqsybandiyya al-Khalidiyya ad-Daghistaniyya, karangan Ustadz Muhammad ‘Ali ibn as-Syaikh Husayn) hinga 1303 H dalam kitab al-Futuhat al-Haqqaniyya, karangan Syaikh ‘Adnan Kabbani q.s. hingga 1309 H dalam buku The Naqshbandi Sufi Way, karangan Syaikh Hisyam Kabbani q.s.
- Beliau menerima pula Thariqat Qadiri dari Syaikh Ibrahim al-Qadiri q.s. (demikian pula Syaikh Jamaluddin q.s.) yang dengan bimbingannya, beliau memulai suluknya hingga Syaikh Ibrahim q.s. menyuruhnya ke Syaikh ats-Tsughuri q.s., lihat ‘Ali, Thariqat Naqsybandiyya (halaman 229).
- Lihat Hadaya al-Zaman fi Tabaqat al-Khawajagan an-Naqsybandiyya (halaman 375) karangan Syu’ayb ibn Idris al-Bakini. Beliau mengambil pula dari al-Yaraghi, lihat Sullam al-Wusul karangan Ilyas al-Zadqari, sebagaimana dikuti di Hadaya (halaman 378).
- lihat Hadaya, al-Bakini (halaman 396). Beliau menerima Thariqat Qadiri dari Syaikh Ibrahim al-Qadiri q.s. dan memperkenalkan dzikir jahr dalam cabang Daghistani dari Naqshbandiyya melalui ijazah tersebut, lihat al-Bakini, Hadaya (halaman 396); ‘Ali, Tariqa Naqsybandiyya (halaman 229).
- dan bukannya 1254 H, sebagaimana secara salah disebutkan di beberapa sumber. Koreksi ini dari ‘Ali, Thariqat Naqsybandiyya (halaman 214). Muhammad al-Yaraghi juga mengambil secara langsung dari Syaikh Isma’il asy-Syirwani q.s., lihat al-Bakini, Hadaya (hal. 350-351).
- dari Syirwan di masa sekarang di Azerbaijan. Beliau wafat di Damaskus dan dimakamkan di Jabal Qasyoun, di samping Mawlana Khalid q.s. dan Mawlana Isma’il al-Anarani q.s. yang merupakan penerus pertama Mawlana Khalid q.s., yang wafat tujuh belas hari setelah wafatnya Mawlana Khalid q.s., keduanya karena wabah ‘ semoga Allah swt. merahmati mereka semua dan seluruh Syuhada’-Nya.
Perjalanan Spiritual
Mawlana Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani
BismillahirRahmanirRahim
Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani, 1995
Beliau dilahirkan di Larnaca, Siprus, pada hari Minggu, tanggal 23 April 1922 – atau 26 Shaban 1340 H. Dari sisi ayah, beliau adalah keturunan Abdul Qadir Jailani, pendiri thariqat Qadiriah. Dari sisi ibunya, beliau adalah keturunan Jalaluddin Rumi, pendiri thariqat Mawlawiyyah, yang juga merupakan keturunan Hassan-Hussein (as ) cucu Nabi Muhammad saw. Selama masa kanak-kanak di Siprus, beliau selalu duduk bersama kakeknya, salah seorang syaikh thariqat Qadiriah untuk belajar spiritualitas dan disiplin. Tanda-tanda luar biasa telah nampak pada syaikh Nazim kecil, tingkah lakunya sempurna. Tidak pernah berselisih dengan siapapun, beliau selalu tersenyum dan sabar. Kedua kakek dari pihak ayah dan ibunya melatih beliau pada jalan spiritual.
Ketika
remaja, Shaykh Nazim sangat diperhitungkan karena tingkat spiritualnya
yang tinggi. Setiap orang di Larnaca mengenal beliau, karena dengan umur
yang masih amat muda mampu menasihati orang-orang, meramal masa depan
dan dengan spontan membukanya. Sejak umur 5 tahun sering ibundanya
mencarinya, dan didapati beliau sedang berada didalam masjid atau di
makam Umm Hiram, salah satu sahabat Nabi Muhammad (saw) yang berada di
sebelah masjid. Banyak sekali turis mendatangi makam tersebut karena
tertarik akan pemandangan sebuah batu yang tergantung diatas makam itu.
Ketika sang ibu mengajaknya pulang, beliau mengatakan :
” Biarkan aku disini dengan Umm Hiram, beliau adalah leluhur kita.”
Biasanya terlihat syaikh Nazim sedang berbicara, mendengarkan dan menjawab seperti berdialog dengannya. Bila ada yang mengusiknya, beliau katakan :
“ Biarkan aku berdialog dengan nenekku yang ada di makam ini.”
Ayahnya mengirim beliau ke sekolah umum pada siang hari dan sorenya belajar ilmu-ilmu agama. Beliau seorang yang jenius diantara teman-temannya. Setelah tamat sekolah ( setara SMU ) syaikh Nazim menghabiskan malam harinya untuk mempelajari thariqat Mawlawiyyah dan Qadiriah. Beliau mempelajari ilmu Shariah, Fiqih, ilmu tradisi, ilmu logika dan Tafsir Qur’an. Beliau mampu memberikan penjelasan hukum tentang masalah-masalah Islam secara luas. Beliau juga mampu berbicara bagi orang-orang dari segala tingkatan spiritual. Beliau di beri kemampuan untuk menjelaskan masalah-masalah yang sulit dalam bahasa yang jelas dan mudah.
Setelah
tamat SMA di Siprus, syaikh Nazim pindah ke Istambul pada tahun 1359 H /
1940, dimana kedua saudara laki-laki dan seorang saudara perempuannya
tinggal. Beliau belajar tehnik kimia di Universitas Istambul, di daerah
Bayazid. Pada saat yang sama beliau memperdalam hukum Islam dan bahasa
Arab pada guru beliau, syaikh Jamaluddin al-Lasuni, yang meninggal pada
th 1375 H / 1955 M. Shaykh Nazim meraih gelar sarjana pada tehnik kimia
dengan hasil memuaskan dibanding teman-temannya. Ketika Professor di
universitasnya memberi saran agar melakukan penelitian, beliau katakan,”
Saya tidak tertarik dengan ilmu modern. Hati saya selalu tertarik pada
ilmu-ilmu spiritual.”
Selama
tahun pertama di Istambul, beliau bertemu dengan guru spiritual
pertamanya, Shaykh Sulayman Arzurumi, seorang syaikh dari thariqat
Naqsybandi yang meninggal pada th. 1368 H / 1948 M. Sambil kuliah syaikh
Nazim belajar pada beliau sebagai tambahan dari ilmu thariqat yang
telah dimilikinya yaitu Mawlawiyyah dan Qadiriah. Biasanya beliau akan
terlihat di masjid sultan Ahmad, bertafakur sepanjang malam. Syaikh
Nazim menuturkan :
“Disana
aku menerima barakah dan kedamaian hati yang luar biasa. Aku shalat
subuh bersama kedua guruku, Shaykh Sulayman Arzurumi dan shaykh
Jamaluddin al-Lasuni. Mereka mengajariku dan meletakkan ilmu spiritual
dalam hatiku. Aku mendapat banyak penglihatan spiritual agar pergi
menuju Damaskus, tapi hal itu belum diizinkan. Sering aku melihat Nabi
Muhammad memanggilku menuju ke hadapannya. Ada hasrat yang mendalam agar
aku meninggalkan segalanya dan untuk pindah menuju kota suci Nabi.
Suatu
hari ketika hasrat hati ini semakin kuat, aku diberi “penglihatan” itu.
Guruku , Shaykh Sulayman Arzurumi datang dan menepuk pundakku sambil
mengatakan,’Sekarang sudah turun izin. Rahasia-rahasia, amanat, dan
ajaran spiritualmu bukan ada padaku. Aku menahanmu karena amanat sampai
engkau siap bertemu dengan guru sejatimu yang juga guruku sendiri yaitu
Syaikh Abdullah ad-Daghestani. Beliau pemegang kunci-kuncimu. Temui
beliau di Damaskus. Izin ini datang dariku dan berasal dari Nabi.’ (
Shaykh Sulayman Arzurumi adalah salah satu dari 313 awliya thariqat
Naqsybandi yang mewakili 313 utusan. )
Bayangan
itupun berakhir. Aku mencari guruku untuk menceritakan pengalaman itu.
Dua jam kemudian aku melihat syaikh menuju masjid, aku berlari
menghampirinya. Beliau membuka kedua tangannya dan berkata,” Anakku,
bahagiakah engkau dengan penglihatan itu ?” Aku sadar bahwa beliau juga
telah mengetahui segalanya. “Jangan tunggu lagi, segera berangkat ke
Damaskus.” Beliau bahkan tidak memberiku alamat atau informasi lain,
kecuali sebuah nama : Syaikh Abdullah ad-Daghestani di Damaskus.
Dari Istambul ke Aleppo aku naik kereta. Selama perjalanan aku masuk dari satu masjid ke masjid lain, shalat, duduk dengan para ulama dan menghabiskan waktu untuk ibadah dan tafakur.
Dari Istambul ke Aleppo aku naik kereta. Selama perjalanan aku masuk dari satu masjid ke masjid lain, shalat, duduk dengan para ulama dan menghabiskan waktu untuk ibadah dan tafakur.
Kemudian
aku menuju Hama, kota kuno mirip Aleppo. Aku berusaha untuk langsung
menuju Damaskus, namun mustahil. Perancis yang saat itu menduduki
Damaskus sedang mempersiapkan diri akan serangan pihak Inggris. Jadi aku
pergi ke Homs dimana ada makam Khalid bin walid, sahabat Nabi. Ketika
aku memasuki masjid untuk shalat, seorang pelayan mendatangiku dan
mengatakan :
‘
Aku bermimpi tadi malam, Nabi mendatangiku. Beliau mengatakan : “Salah
satu cucuku akan datang esok hari. Jagalah dia demi aku.” Beliau memberi
petunjuk bagaimana ciri-ciri cucu beliau yang sekarang aku lihat
semuanya ada pada dirimu.’
Dia memberiku sebuah kamar didalam masjid itu dimana aku menetap selama setahun. Aku tidak pernah keluar kecuali untuk shalat dan duduk ditemani 2 ulama Homs yang mumpuni, mereka mengajar bacaan Al-Qur’an, tafsir, fiqih dan tradisi-tradisi Islam. Mereka adalah Shaykh Muhammad Ali Uyun as-Sud dan shaykh Abdul Aziz Uyun as-Sud. Disana, aku juga mengikuti pelajaran-pelajaran dari dua syaikh Naqsybandi, Shaykh Abdul Jalil Murad dan Shaykh Said as-Suba’i. Hatiku semakin menggebu untuk segera tiba di Damaskus, namun karena perang masih berkecamuk maka kuputuskan untuk menuju Tripoli di Lebanon, dari sana menuju Beirut lalu ke Damaskus lewat jalur yang lebih aman.
Dia memberiku sebuah kamar didalam masjid itu dimana aku menetap selama setahun. Aku tidak pernah keluar kecuali untuk shalat dan duduk ditemani 2 ulama Homs yang mumpuni, mereka mengajar bacaan Al-Qur’an, tafsir, fiqih dan tradisi-tradisi Islam. Mereka adalah Shaykh Muhammad Ali Uyun as-Sud dan shaykh Abdul Aziz Uyun as-Sud. Disana, aku juga mengikuti pelajaran-pelajaran dari dua syaikh Naqsybandi, Shaykh Abdul Jalil Murad dan Shaykh Said as-Suba’i. Hatiku semakin menggebu untuk segera tiba di Damaskus, namun karena perang masih berkecamuk maka kuputuskan untuk menuju Tripoli di Lebanon, dari sana menuju Beirut lalu ke Damaskus lewat jalur yang lebih aman.
Pada
tahun 1364 AH / 1944 M, Syaikh Nazim pergi ke Tripoli dengan bis. Bis
ini membawa beliau sampai ke pelabuhan yang masih asing, dan tidak
seorangpun dikenalnya. Ketika berjalan mengelilingi pelabuhan, beliau
melihat seseorang dari arah berlawanan. Orang itu adalah Mufti Tripoli
yang bernama Shaykh Munir al-Malek. Beliau juga merupakan shaykh atas
semua thariqat sufi di kota itu.
“
Apakah kamu shaykh Nazim ? aku bermimpi dimana Nabi mengatakan, ‘Salah
satu cucuku tiba di Tripoli.’ Beliau tunjukkan gambaran sosokmu dan
menyuruhku mencarimu di kawasan ini. Nabi menyuruhku agar menjagamu. “
Syaikh Nazim memaparkan hal ini :
Aku tinggal dengan syaikh Munir al-Malek selama sebulan. Beliau mengatur perjalananku menuju Homs untuk kemudian dilanjutkan ke Damaskus. Aku tiba di Damaskus pada hari Jum’at th. 1365 H / 1945 awal tahun Hijriah. Aku tahu bahwa Syaikh Abdullah ad-Daghestani tinggal di wilayah Hayy al-Maidan, dekat dengan makam Bilal al-Habashi dan banyak keturunan dari keluarga Nabi. Sebuah daerah kuno yang penuh dengan monumen-monumen bersejarah.
Akupun
tidak tahu yang mana rumah syaikh Abdullah. Sebuah penglihatan datang
ketika aku berdiri di pinggir jalan; syaikh keluar dari rumahnya dan
memanggilku untuk masuk. Penglihatan itu segera lenyap, dan tetap tak
kulihat siapapun di jalanan. Keadaan tampak senyap akibat invasi
orang-orang Perancis dan Inggris. Penduduk ketakutan dan bersembunyi
didalam rumah masing-masing. Aku sendirian dan mulai berkontemplasi
didalam hati untuk mengetahui yang mana rumah syaikh Abdullah. Sekilas
gambaran itu muncul, sebuah rumah dengan sebuah pintu yang spesifik. Aku
berusaha mencari sampai akhirnya ketemu. Ketika akan kuketuk, syaikh
membuka pintu rumah menyambutku, ” Selamat datang anakku, Nazim
Effendi.”
Penampilannya yang tidak biasa segera menarik hatiku. Tidak pernah aku bertemu dengan syaikh yang seperti itu sebelumnya. Cahaya terpancar dari wajah dan keningnya. Kehangatan yang berasal dari dalam hatinya dan dari senyuman di wajahnya. Beliau mengajakku ke lantai atas dengan menaiki tangga didalam kamar
Penampilannya yang tidak biasa segera menarik hatiku. Tidak pernah aku bertemu dengan syaikh yang seperti itu sebelumnya. Cahaya terpancar dari wajah dan keningnya. Kehangatan yang berasal dari dalam hatinya dan dari senyuman di wajahnya. Beliau mengajakku ke lantai atas dengan menaiki tangga didalam kamar
beliau , “ Kami sudah menunggumu.”
Didalam
hati, aku sangat bahagia bersamanya, namun masih ada hasrat untuk
mengunjungi kota Nabi. Aku bertanya pada beliau,” Apa yang harus
kulakukan ?” Beliau menjawab,” Besok akan aku beri jawaban, sekarang
waktumu untuk istirahat !” Beliau menawari makan malam lalu kami shalat
Isya berjamaah, kemudian tidur.
Pagi-pagi sekali beliau membangunkan aku untuk melakukan shalat. Tidak pernah aku merasakan kekuatan luar biasa seperti cara beliau beribadah. Aku merasa sedang berada dihadapan Ilahi dan hatiku semakin tertarik akan beliau. Kembali sebuah ‘penglihatan’ terlintas. Aku melihat diriku sendiri menaiki sebuah tangga dari tempat kami shalat menuju ke Bayt al-Mamur, Ka’bah surgawi, setingkat demi setingkat. Setiap tingkat yang kulalui adalah maqam yang diberikan syaikh kepadaku. Di setiap maqam aku menerima pengetahuan didalam hatiku yang sebelumnya tidak pernah aku dengar ataupun aku pelajari. Kata-kata, frase, kalimat diletakkan sekaligus dalam cara yang indah, di alirkan menuju ke dalam hatiku, dari maqam ke maqam sampai terangkat menuju Bayt al-Makmur. Disana aku melihat 124.000 (seratus dua puluh empat ribu) Nabi-nabi berbaris melakukan shalat, dan Nabi Muhammad sebagai imamnya.
Aku melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) sahabat Nabi yang berbaris dibelakang beliau. Aku melihat 7007 ( tujuh ribu tujuh ) awliya thariqat Naqsybandi berdiri dibelakang mereka sedang shalat. Aku juga melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) awliya thariqat lain berbaris melaksanakan shalat.
Pagi-pagi sekali beliau membangunkan aku untuk melakukan shalat. Tidak pernah aku merasakan kekuatan luar biasa seperti cara beliau beribadah. Aku merasa sedang berada dihadapan Ilahi dan hatiku semakin tertarik akan beliau. Kembali sebuah ‘penglihatan’ terlintas. Aku melihat diriku sendiri menaiki sebuah tangga dari tempat kami shalat menuju ke Bayt al-Mamur, Ka’bah surgawi, setingkat demi setingkat. Setiap tingkat yang kulalui adalah maqam yang diberikan syaikh kepadaku. Di setiap maqam aku menerima pengetahuan didalam hatiku yang sebelumnya tidak pernah aku dengar ataupun aku pelajari. Kata-kata, frase, kalimat diletakkan sekaligus dalam cara yang indah, di alirkan menuju ke dalam hatiku, dari maqam ke maqam sampai terangkat menuju Bayt al-Makmur. Disana aku melihat 124.000 (seratus dua puluh empat ribu) Nabi-nabi berbaris melakukan shalat, dan Nabi Muhammad sebagai imamnya.
Aku melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) sahabat Nabi yang berbaris dibelakang beliau. Aku melihat 7007 ( tujuh ribu tujuh ) awliya thariqat Naqsybandi berdiri dibelakang mereka sedang shalat. Aku juga melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) awliya thariqat lain berbaris melaksanakan shalat.
Sebuah
tempat sengaja disisakan untuk dua orang tepat disebelah Abu Bakr
as-Siddiq. Grandsyaikh mengajakku menuju tempat itu dan kamipun shalat
subuh. Suatu pengalaman beribadah yang sangat indah. Ketika Nabi
memimpin shalat itu, bacaan yang dikumandangkan beliau sungguh syahdu.
Tidak ada kata-kata yang mampu melukiskan pengalaman itu, sesuatu yang
Ilahiah.
Begitu
shalat selesai, penglihatan itupun berakhir, tepat ketika syaikh
menyuruhku untuk melakukan adhan subuh. Beliau shalat didepan dan aku
dibelakangnya. Dari arah luar aku mendengar suara peperangan antar 2
pihak pasukan tentara. Grandsyaikh segera mem-baiat-ku didalam thariqat
Naqsybandi, kata beliau : ‘Anakku, kami punya kekuatan untuk bisa
membuat seorang murid mencapai maqamnya dalam waktu sedetik saja.’
Sambil melihat ke arah hatiku, kedua mata beliau berubah dari kuning
menjadi merah, lalu berubah putih, kemudian hijau dan akhirnya hitam.
Perubahan warna itu berhubungan dengan ilmu-ilmu yang di pancarkan pada
hatiku.
Pertama adalah warna kuning yang menunjukkan maqam ‘qalbu’. Beliau alirkan segala jenis pengetahuan eksternal yang diperlukan untuk melaksanakan kehidupan manusia sehari-hari.
Yang kedua adalah maqam ‘rahasia/Sirr’, pengetahuan dari seluruh 40 thariqat yang berasal dari Ali bin Abi Talib. Aku rasakan diriku menjadi pakar dalam seluruh thariqat-thariqat ini. Mata beliau berubah warna menjadi merah saat hal ini terjadi. Tahap yang ketiga adalah tingkatan ‘Sirr as Sirr’ yang hanya diizinkan bagi para syaikh Naqsybandi dengan imamnya Abu Bakr. Saat itu mata grandsyaikh telah berubah menjadi putih.
Maqam keempat yaitu ‘pengetahuan spiritual tersembunyi / khafa’ dimana saat itu mata beliau berubah warna menjadi hijau.
Terakhir
adalah tahap akhfa, maqam yang paling rahasia dimana tak ada apapun
yang nampak disana. Mata beliau berubah menjadi hitam, dan disinilah
beliau mengantarku menuju Hadirat Allah. Kemudian grandsyaikh
mengembalikan aku lagi pada eksistensiku semula.
Rasa
cintaku pada grandsyaikh begitu meluap, sehingga tidak terbayangkan
bila harus berjauhan dengannya. Aku tak menginginkan apapun kecuali agar
bisa berdekatan dan melayani beliau selamanya. Namun perasaan damai itu
terasa disambar oleh petir, badai dan tornado. Ujian yang sungguh luar
biasa dan membuatku putus asa ketika kemudian beliau mengatakan :
‘Anakku, orang-orangmu membutuhkanmu. Aku telah cukup memberimu untuk saat ini. Pergilah ke Siprus hari ini juga.’
Aku jalani satu setengah tahun agar bisa bertemu dengan beliau. Aku lewatkan satu malam bersama beliau . Kini beliau memintaku untuk kembali ke Siprus, sebuah tempat yang telah kutinggalkan selama 5 tahun. Perintah yang amat mengerikan bagiku, namun dalam thariqat sufi, seorang murid harus menyerah pada kehendak syaikh-nya. Setelah mencium tangan dan kaki beliau sambil meminta izin, aku mencoba menemukan jalan menuju Siprus.
Perang
Dunia II akan segera berakhir dan sama sekali tidak ada sarana
transportasi. Ketika aku sedang memikirkan jalan keluarnya, seseorang
menghampiriku, ‘Syaikh, anda butuh tumpangan ?’
‘Ya ! kemana tujuan anda ?’ aku balik bertanya.
‘Ke
Tripoli.’ jawabnya. Kemudian dengan truknya, setelah 2 hari perjalanan,
kamipun sampai di Tripoli. ‘Antarkan aku sampai pelabuhan.’ Kataku‘Buat
apa ?’
‘Agar bisa naik kapal ke Siprus.’
‘Agar bisa naik kapal ke Siprus.’
‘Bagaimana bisa ? tak ada yang bepergian lewat laut saat perang seperti ini.’
‘Tidak apa-apa. Antarkan aku kesana.’
Ketika
dia menurunkanku di pelabuhan, aku kembali terkejut ketika syaikh Munir
al-Malek menghampiriku. Kata beliau : ‘ Cinta macam apakah yang
dimiliki kakekmu padamu ? Nabi datang lagi lewat mimpiku dan mengatakan –
‘ Cucuku, si Nazim akan segera tiba, jagalah dia.’
Aku
tinggal bersama syaikh Munir selama 3 hari. Aku memintanya untuk
mengatur perjalananku sampai ke Siprus. Beliau telah berusaha, namun
karena keadaan perang dan minimnya bahan bakar maka hal itu sangat
mustahil. Akhirnya hanya ada sebuah perahu. ‘Kamu bisa pergi, tapi amat
berbahaya !’ kata syaikh Munir.
‘Tapi aku harus pergi, ini adalah perintah syaikh-ku.’
Syaikh
Munir membayar sejumlah besar uang pada pemilik perahu untuk membawaku.
Kami berlayar selama 7 hari agar sampai ke Siprus, yang normalnya hanya
memakan waktu 2 hari saja dengan perahu motor. Segera setelah sampai di
daratan Siprus, penglihatan spiritual terlintas dalam hatiku.
Aku merasa Grandsyaikh Abdullah ad-Daghestani mengatakan padaku,
‘Oh
anakku, tidak seorangpun mampu menahanmu membawa amanatku. Engkau telah
banyak mendengar dan menerima. Mulai detik ini aku akan selalu dapat
terlihat olehmu. Setiap engkau arahkan hatimu padaku, aku akan selalu
berada disana. Segala pertanyaan yang engkau ajukan akan dijawab
langsung, berasal dari hadirat Ilahi. Segala tingkatan spiritual yang
ingin engkau capai, akan dianugerahkan kepadamu karena penyerahan
totalmu. Semua awliya puas denganmu, Nabipun bahagia akan dirimu.’
Ketika hal itu terjadi, aku merasakan syaikh ada disisiku dan sejak saat itu beliau tidak pernah meninggalkanku. Beliau selalu berada di sampingku.
Ketika hal itu terjadi, aku merasakan syaikh ada disisiku dan sejak saat itu beliau tidak pernah meninggalkanku. Beliau selalu berada di sampingku.
Syaikh
Nazim mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama Islam di
Siprus. Banyak murid-murid yang mendatangi beliau dan menerima thariqat
Naqsybandi. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan
karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus,
agamapun juga dilarang disana. Bahkan mengumandangkan adhanpun tidak
diperbolehkan.
Langkah
beliau yang pertama adalah menuju masjid di tempat kelahirannya dan
mengumandangkan adhan disana, segera beliau dimasukkan penjara selama
seminggu. Begitu dibebaskan, syaikh Nazim pergi menuju masjid besar di
Nicosia dan melakukan adhan di menaranya. Hal itu membuat para pejabat
marah dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum. Sambil menunggu
sidang, syaikh Nazim terus mengumandangkan adhan di menara-menara masjid
seluruh Nicosia. Sehingga tuntutanpun terus bertambah, ada 114 kasus
yang menunggu beliau. Pengacara menasihati beliau agar berhenti
melakukan adhan, namun syaikh Nazim mengatakan : “ Tidak, aku tidak
bisa.
Orang-orang harus mendengar panggilan untuk shalat.”
Hari
persidangan tiba. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, beliau bisa
dihukum 100 tahun penjara. Pada hari yang sama hasil pemilu diumumkan di
Turki. Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan untuk
berkuasa. Langkah pertama dia ketika terpilih menjadi Presiden adalah
membuka seluruh masjid-masjid dan mengijinkan adhan dalam bahasa Arab.
Itulah keajaiban syaikh kita.
Selama
bertahun-tahun disana, beliau mengadakan perjalanan ke seluruh penjuru
Siprus. Beliau juga mengunjungi Lebanon, Mesir, Saudi Arabia dan
tempat-tempat lain untuk mengajar thariqat Sufi. Syaikh Nazim kembali ke
Damaskus pada th. 1952 ketika beliau menikahi salah satu murid
grandsyaikh Abdullah yaitu Hajjah Amina Adil. Sejak saat itu beliau
tinggal di Damaskus dan mengunjungi Siprus setiap tahunnya, yaitu selama
3 bulan pada bulan Rajab, Shaban, dan Ramadhan.
Syaikh
Nazim dan keluarganya tinggal di Damaskus, dan keluarganya selalu
menyertai bila syaikh Nazim pergi ke Siprus. Syaikh Nazim mempunyai dua
anak perempuan dan dua anak laki-laki.
Perjalanan Syaikh Nazim
Syaikh Nazim pergi haji setiap tahunnya untuk memimpin kelompok orang-orang Siprus. Beliau melaksanakan ibadah haji sebanyak 27 kali. Beliau menjaga murid-muridnya dan sebagai pengikut grandsyaikh Abdullah.
Suatu
saat grandsyaikh mengatakan padanya agar pergi ke Aleppo dari Damaskus
dengan berjalan kaki, dan berhenti di setiap desa untuk menyebarkan
thariqat Naqsybandi, ajaran sufisme dan ajaran Islam. Jarak antara
Damaskus menuju Aleppo sekitar 400 kilometer. Butuh waktu lebih dari
satu tahun untuk perjalanan pergi dan kembali. Syaikh Nazim berjalan
kaki selama satu atau dua hari. Ketika sampai di sebuah desa, beliau
tinggal disana selama seminggu untuk menyebarkan thariqat Naqsybandi,
memimpin dzikir, melatih penduduk dan melanjutkan perjalanan beliau
sampai ke desa selanjutnya. Nama beliaupun mulai terdengar di setiap
lidah orang-orang, mulai dari perbatasan Yordania sampai perbatasan
Turki dekat Aleppo.
Hal
yang sama diperintahkan dan dijalankan oleh syaikh Nazim agar berjalan
kaki ke Siprus. Dari desa satu menuju desa lainnya, menyeru orang agar
kembali pada Tuhannya dan meninggalkan segala materialisme, sekularisme
dan atheisme.
Beliau amat dicintai diseluruh Siprus, dan masyur dengan sebutan ‘Syaikh Nazim berturban hijau / Syaikh Nazim Yesilbas’ karena turban dan jubahnya yang berwarna hijau.
Beliau sering mengunjungi Lebanon, dimana kami mengenal beliau. Pada th. 1955, aku berada di kantor pamanku, yang menjabat sebagai sekjen urusan agama di Lebanon, sebuah jabatan yang tinggi dalam Pemerintahan. Ketika itu tiba waktunya shalat Ashar dan pamanku, Syaikh Mukhtar Alayli sering shalat di masjid al-Umari al-Kabir di Beirut. Disana ada juga gereja pada masa Umar bin al-Khattab, yang telah berubah menjadi masjid pada masa beliau. Di bawah tanah masjid masih terdapat fondasi gereja. Pamanku menjadi imam dan aku beserta dua saudaraku shalat dibelakang beliau.
Beliau amat dicintai diseluruh Siprus, dan masyur dengan sebutan ‘Syaikh Nazim berturban hijau / Syaikh Nazim Yesilbas’ karena turban dan jubahnya yang berwarna hijau.
Beliau sering mengunjungi Lebanon, dimana kami mengenal beliau. Pada th. 1955, aku berada di kantor pamanku, yang menjabat sebagai sekjen urusan agama di Lebanon, sebuah jabatan yang tinggi dalam Pemerintahan. Ketika itu tiba waktunya shalat Ashar dan pamanku, Syaikh Mukhtar Alayli sering shalat di masjid al-Umari al-Kabir di Beirut. Disana ada juga gereja pada masa Umar bin al-Khattab, yang telah berubah menjadi masjid pada masa beliau. Di bawah tanah masjid masih terdapat fondasi gereja. Pamanku menjadi imam dan aku beserta dua saudaraku shalat dibelakang beliau.
Seorang
syaikh datang dan shalat disebelah kami. Kemudian orang itu melihat
kedua kakakku dan menyebut nama-nama mereka, selanjutnya menoleh ke
arahku dan menyebutkan namaku. Kami amat terkejut, karena kami tidak
saling mengenal sebelumnya. Pamanku juga tertarik pada beliau. Itulah
pertama kali kami bertemu syaikh Nazim. Kakak tertuaku berkeras untuk
mengajak syaikh Nazim dan paman untuk menginap di rumah kami.
Syaikh
Nazim mengatakan : “ Saya dikirim oleh syaikh Abdullah. Beliau yang
mengatakan ‘Setelah shalat ashar nanti, yang ada disebelah kananmu
bernama ini dan yang lain bernama ini. Ajaklah mereka masuk thariqat
Naqsybandi. Mereka akan menjadi pengikut kita.’ “
Kami masih amat muda dan kagum akan cara beliau mengetahui nama-nama kami.
Sejak saat itu beliau mengunjungi Beirut secara rutin. Kami pergi ke Damaskus setiap Minggunya, dengan cara memohon pada ayah kami agar diizinkan mengunjungi grandsyaikh. Aku dan kakakku menerima banyak pengetahuan spiritual dan menyaksikan kekuatan-kekuatan ajaib yang dialirkan pada hati kami, para pencari.
Rumah Syaikh Nazim tidak pernah sepi dari pengunjung. Sedikitnya seratus orang silih berganti mengunjungi rumah beliau setiap harinya dan dilayani dengan baik. Rumah beliau dekat dengan rumah grandsyaikh di Jabal Qasiyun, sebuah pegunungan yang tampak dari kotanya, disebelah tenggara Damaskus. Rumah semen beliau yang sederhana dengan segala perabot dibuat dari tangan dengan bahan kayu atau bahan-bahan alami lain.
Sejak saat itu beliau mengunjungi Beirut secara rutin. Kami pergi ke Damaskus setiap Minggunya, dengan cara memohon pada ayah kami agar diizinkan mengunjungi grandsyaikh. Aku dan kakakku menerima banyak pengetahuan spiritual dan menyaksikan kekuatan-kekuatan ajaib yang dialirkan pada hati kami, para pencari.
Rumah Syaikh Nazim tidak pernah sepi dari pengunjung. Sedikitnya seratus orang silih berganti mengunjungi rumah beliau setiap harinya dan dilayani dengan baik. Rumah beliau dekat dengan rumah grandsyaikh di Jabal Qasiyun, sebuah pegunungan yang tampak dari kotanya, disebelah tenggara Damaskus. Rumah semen beliau yang sederhana dengan segala perabot dibuat dari tangan dengan bahan kayu atau bahan-bahan alami lain.
Mulai
tahun 1974, beliau mengunjungi Eropa. Dari Siprus menuju London dengan
pesawat dan kembalinya mengendarai mobil lewat jalan darat. Beliau
melanjutkan pertemuan dengan setiap kalangan masyarakat dari berbagai
daerah, bahasa, adat sampai keyakinan yang berbeda-beda. Orang-orang
mulai mengucap kalimat Tauhid dan bergabung dengan thariqat sufi dan
belajar tentang rahasia-rahasia spiritual dari beliau. Senyum dan
wajahnya yang bersinar amat dikenal di seluruh benua Eropa dan disayangi
karena membawa cita rasa spiritualitas yang sebenarnya dalam kehidupan
masyarakat.
Tahun-tahun selanjutnya, beliau melakukan perjalanan kaki di wilayah negara Turki. Sejak tahun 1978, beliau habiskan tiga sampai empat bulan disetiap daerah di Turki. Dalam setahun beliau bepergian di daerah Istambul, Yalova, Bursa, Eskisehir dan Ankara. Di lain kesempatan beliau mengunjungi Konya, Isparta dan Kirsehir. Tahun berikutnya mengunjungi pesisir selatan dari Adana menuju Mersin, Alanya, Izmir dan Antalya. Kemudian ditahun berikutnya beliau bepergian ke sisi timur, Diyarbakir, Erzurm sampai perbatasan Irak. Kemudian kunjungan selanjutnya adalah di laut hitam, bergerak dari satu wilayah ke wilayah lainnya, dari kota menuju kota lain, dari masjid ke masjid men-syiarkan firman-firman Allah dan spiritualitas dimanapun beliau berada.
Dimanapun syaikh Nazim pergi, beliau disambut oleh kerumunan massa dari yang sederhana sampai pejabat pemerintahan. Beliau masyur dengan sebutan ‘Al-Qubrusi’ di seluruh Turki. Syaikh Nazim merupakan syaikh / guru dari Presiden Turki terakhir, Turgut Ozal yang amat menghormati beliau. Akhir-akhir ini syaikh Nazim terkenal karena pemberitaan yang luas dari media dan pers. Beliau di wawancarai hampir tiap minggu oleh berbagai stasiun TV dan reporter yang menanyakan tentang berbagai kejadian serta masa depan Turki. Beliau mampu menjembatani antara pemerintahan yang sekuler dan kelompok Islam fundamental, seperti yang diajarkan oleh Nabi ( saw ) sehingga tercipta kedamaian disetiap hati dan pikiran dari kedua belah pihak, baik kalangan awam maupun yang cerdas sekalipun.
Tahun-tahun selanjutnya, beliau melakukan perjalanan kaki di wilayah negara Turki. Sejak tahun 1978, beliau habiskan tiga sampai empat bulan disetiap daerah di Turki. Dalam setahun beliau bepergian di daerah Istambul, Yalova, Bursa, Eskisehir dan Ankara. Di lain kesempatan beliau mengunjungi Konya, Isparta dan Kirsehir. Tahun berikutnya mengunjungi pesisir selatan dari Adana menuju Mersin, Alanya, Izmir dan Antalya. Kemudian ditahun berikutnya beliau bepergian ke sisi timur, Diyarbakir, Erzurm sampai perbatasan Irak. Kemudian kunjungan selanjutnya adalah di laut hitam, bergerak dari satu wilayah ke wilayah lainnya, dari kota menuju kota lain, dari masjid ke masjid men-syiarkan firman-firman Allah dan spiritualitas dimanapun beliau berada.
Dimanapun syaikh Nazim pergi, beliau disambut oleh kerumunan massa dari yang sederhana sampai pejabat pemerintahan. Beliau masyur dengan sebutan ‘Al-Qubrusi’ di seluruh Turki. Syaikh Nazim merupakan syaikh / guru dari Presiden Turki terakhir, Turgut Ozal yang amat menghormati beliau. Akhir-akhir ini syaikh Nazim terkenal karena pemberitaan yang luas dari media dan pers. Beliau di wawancarai hampir tiap minggu oleh berbagai stasiun TV dan reporter yang menanyakan tentang berbagai kejadian serta masa depan Turki. Beliau mampu menjembatani antara pemerintahan yang sekuler dan kelompok Islam fundamental, seperti yang diajarkan oleh Nabi ( saw ) sehingga tercipta kedamaian disetiap hati dan pikiran dari kedua belah pihak, baik kalangan awam maupun yang cerdas sekalipun.
Tahun
1986, beliau terpanggil untuk mengadakan perjalanan menuju Timur jauh;
Brunei, Malaysia, Singapore, India, Pakistan, Sri Lanka. Beliau di
terima baik oleh para Sultan, Presiden, anggota parlemen, pejabat
pemerintah dan tentu saja rakyat pada umumnya. Beliau di sebut sebagai
orang suci zaman ini di Brunei. Beliau disambut dengan kemurahan rakyat
dan khususnya oleh Sultan Hajji Hasan al-Bolkiah. Beliau digolongkan
sebagai salah satu syaikh terbesar thariqat Naqsybandi di Malaysia. Di
Pakistan, beliau dikenal sebagai penyegar akan thariqat sufi dan beliau
mempunyai ribuan murid. Di Srilanka, di antara pemerintahan dan rakyat
biasa, beliau mempunyai lebih dari 20.000 ( dua puluh ribu ) murid. Di
antara muslim Singapore, beliau juga amat dihormati.
Pada
tahun 1991, untuk pertama kalinya beliau mengunjungi Amerika. Lebih
dari 15 negara bagian beliau kunjungi. Beliau bertemu dengan banyak
kalangan masyarakat dari berbagai aliran dan agama-agama : Muslim,
Kristen, Yahudi, Sikh, Buddha, Hindu, New age, dan lain-lain. Hal ini
membuahkan berdirinya lebih dari 13 pusat-pusat thariqat Naqsybandi di
Amerika Utara. Kunjungan kedua th. 1993, beliau mendatangi berbagai
daerah dan kota-kota, masjid-masjid, gereja, sinagog, dan candi-candi.
Melalui beliau, lebih dari 10.000 ( sepuluh ribu ) rakyat Amerika Utara
telah masuk Islam dan ber-baiat dalam thariqat Naqsybandi.
Pada
bulan Oktober 1993, beliau menghadiri peresmian kembali masjid dan
sekolah Imam Bukhari di Bukhara, Uzbekistan. Beliau adalah orang pertama
diantara banyak generasi Imam Bukhari yang mampu mengembalikan daerah
pusat para awliya di Asia tengah yang sangat kuat mengabadikan nama dan
ajarannya dalam thariqat ini.
Sebagaimana Shah Naqsyband sebagai pelopor di daerah Bukhara dan Asia Tengah, juga Ahmad as-Sirhindi al-Mujaddidi pelopor di milenium ke 2, dan Khalid al-Baghdadi pelopor kebangkitan Islam, shariah, dan thariqat di Timur Tengah; maka syaikh Nazim Adil al-Haqqani adalah pelopor , pembaharu dan penyeru umat agar kembali pada Tuhan-nya di abad ini, abad perkembangan tekhnologi dan materialisme.
Sebagaimana Shah Naqsyband sebagai pelopor di daerah Bukhara dan Asia Tengah, juga Ahmad as-Sirhindi al-Mujaddidi pelopor di milenium ke 2, dan Khalid al-Baghdadi pelopor kebangkitan Islam, shariah, dan thariqat di Timur Tengah; maka syaikh Nazim Adil al-Haqqani adalah pelopor , pembaharu dan penyeru umat agar kembali pada Tuhan-nya di abad ini, abad perkembangan tekhnologi dan materialisme.
Khalwat Syaikh Nazim
Khalwat pertama beliau atas perintah Syaikh Abdullah ad-Daghestani di tahun 1955 di Sueileh, Yordania. Beliau berkhalwat selama 6 bulan. Kekuatan dan kemurnian dalam setiap kehadiran beliau mampu menarik ribuan murid di Sueileh dan desa-desa sekitarnya, Ramta dan Amman menjadi penuh oleh murid-muridnya. Ulama, pejabat resmi dan banyak kalangan tertarik akan pencerahan dan kepribadian beliau.
Ketika baru mempunyai 2 orang anak, satu perempuan dan satu laki-laki, syaikh Nazim dipanggil oleh grandsyaikh Abdullah. “ Aku menerima perintah dari Nabi untukmu agar melakukan khalwat di masjid Abdul Qadir Jailani di Baghdad. Pergilah kesana dan lakukan khalwat selama 6 bulan.”
Syaikh Nazim bercerita mengenai peristiwa ini :
Aku tidak bertanya apapun pada grandsyaikh. Aku bahkan tidak pulang ke rumah. Aku langsung melangkahkan kakiku menuju Marja, di dalam kotanya. Tidak pernah terlintas dalam benakku ‘aku butuh pakaian, uang atau makanan’ . Ketika beliau berkata ‘Pergilah!’ maka aku segera pergi. Aku memang ingin melakukan khalwat bersama syaikh Abdul Qadir Jailani.
Ketika sampai di kota , aku melihat seorang laki-laki yang sedang menatapku. Dia mengenalku. “Syaikh Nazim, anda mau kemana ? “
“Ke
Baghdad.” jawabku. Ternyata dia murid grandsyaikh. “ Saya juga mau
kesana.” Kamipun berangkat dengan naik truk yang penuh dengan muatan
barang untuk dikirim ke Baghdad.
Ketika
memasuki masjid Syaikh Abdul Qadir Jailani, ada seorang laki-laki
tinggi besar yang berdiri di pintu. Dia memanggilku,” Syaikh Nazim !”
“Ya,” jawabku.
“ Saya ditunjuk untuk melayani anda selama tinggal disini. Mari ikut saya.”
Sebenarnya
aku terkejut akan hal ini, namun dalam thariqat segala hal telah diatur
dalam Kehendak Ilahi. Aku mengikutinya sampai ke makam sang Ghawth. Aku
mengucapkan salam pada kakek buyutku, Syaikh Abdul Qadir Jailani.
Sambil menunjukkan kamarku, orang itu mengatakan, ‘‘Setiap hari aku akan memberimu semangkuk sup dan sepotong roti.’’
Aku
keluar dari kamar hanya untuk menunaikan shalat 5 waktu saja. Aku
mencapai sebuah maqam dimana aku mampu khatam Al Qur’an dalam waktu 9
jam. Setiap harinya aku membaca La ilaha ill-Allah 124.000 kali dan
shalawat 124.000 kali ditambah membaca seluruh Dalail al-khayrat, dan
membaca 313.000 kali Allah, Allah, dan seluruh ibadah yang dibebankan
padaku. ‘Penglihatan-penglihatan spiritual’ mulai bermunculan
mengantarku dari satu maqam ke maqam lain sampai akhirnya aku menjadi
fana’ dalam hadirat Allah.
Suatu
hari aku mendapat penglihatan bahwa syaikh Abdul Qadir Jailani
memanggilku menuju makamnya. Kata beliau, ‘ Oh, cucuku, aku sedang
menunggumu di makamku, datanglah !” Aku bergegas mandi, shalat 2 rekaat
dan berjalan menuju makam beliau yang hanya beberapa langkah dari
kamarku. Sesampai disana, aku mulai bermuraqaba. “ as-salam alayka ya
jaddi’ ( semoga kedamaian tercurah padamu, kakekku ) “
Segera
aku melihat beliau keluar dari makam dan berdiri disampingku.
Dibelakang beliau ada sebuah singgasana indah yang dihiasi batu-batu
mulia. Kata beliau “ Mendekat dan duduklah bersamaku di singgasana itu.”
Kami duduk layaknya seorang kakek dan cucunya. Beliau tersenyum dan mengatakan :
“Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam syaikh kamu, Abdullah al-Faiz ad-Daghestani amat tinggi dalam thariqat Naqsybandi. Aku ini kakekmu. Sekarang aku turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan yang dipegang oleh Ghawth. Aku bay’at kamu dalam thariqat Qadiriah sekarang.”
“Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam syaikh kamu, Abdullah al-Faiz ad-Daghestani amat tinggi dalam thariqat Naqsybandi. Aku ini kakekmu. Sekarang aku turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan yang dipegang oleh Ghawth. Aku bay’at kamu dalam thariqat Qadiriah sekarang.”
Kemudian
grandsyaikh nampak dihadapanku, Nabi (saw ) pun hadir, juga Shah
Naqsyband. Syaikh Abdul Qadir Jailani berdiri memberi hormat pada Nabi
beserta para syaikh yang hadir, akupun melakukannya. Kata beliau :
‘ Ya Nabi, Ya Rasulullah, aku kakek dari cucuku ini. Aku bahagia dengan kemajuannya dalam thariqat Naqsybandi dan aku ingin menambahkan thariqat Naqsybandi pada maqamku. ‘
Nabi
tersenyum dan melihat pada Shah Naqsyband, selanjutnya Shah Naqsyband
melihat pada Grandsyaikh Abdullah. Inilah adab pimpinan yang baik,
karena Syaikh Abdullah yang masih hidup pada saat itu. Grandsyaikh
menerima rahasia thariqat Naqsybandi yang diterima beliau dari Shah
Naqsyband melalui silsilah Nabi, dari Abu Bakr as-Siddiq, agar
ditambahkan pada maqam syaikh Abdul Qadir Jailani.
Ketika
syaikh Nazim merampungkan khalwatnya, dan akan segera meninggalkan
makam kakeknya dan mengucapkan salam perpisahan. Syaikh Abdul Qadir
Jailani muncul dan memperbarui bay’at syaikh Nazim dalam thariqat
Qadiriah. Kata Kakeknya, “ Cucuku, aku akan memberimu kenang-kenangan
karena telah berkunjung ke sini.” Beliau memeluk syaikh Nazim dan
memberinya 10 buah koin yang merupakan mata uang di jaman beliau dulu
hidup. Koin itu masih disimpan syaikh Nazim sampai hari ini.
Sebelum
pergi, syaikh Nazim memberi tanda kenangan jubah pada syaikh yang telah
melayani beliau selama khalwat disana. “ Aku memakai jubah ini selama
masa khalwat, sebagai alas tidurku, bahkan juga saat shalat dan dzikir.
Simpanlah, Allah beserta Nabi akan memberkahimu.” Syaikh itu mengambil
jubah, menciumnya dan memakainya. Syaikh Nazim meninggalkan Baghdad dan
kembali ke Damaskus, Syria.
Pada th. 1992, ketika syaikh Nazim mengunjungi Lahore, Pakistan, beliau berziarah ke makam syaikh Ali Hujwiri. Salah seorang syaikh dari thariqat Qadiriah mengundang beliau ke rumahnya. Syaikh Nazim menginap disana. Setelah shalat subuh, tuan rumah itu mengatakan ‘Ya syaikh, aku memintamu menginap malam ini untuk menunjukkan padamu sebuah jubah berharga yang kami warisi selama 27 tahun yang lalu. Diwariskan dari seorang syaikh hebat dari thariqat Qadiriah dari Baqhdad sampai akhirnya berada di tangan kami. Semua syaikh kami menyimpan dan menjaganya karena dulunya ini jubah pribadi dari ‘Ghawth’ pada masa itu.
Pada th. 1992, ketika syaikh Nazim mengunjungi Lahore, Pakistan, beliau berziarah ke makam syaikh Ali Hujwiri. Salah seorang syaikh dari thariqat Qadiriah mengundang beliau ke rumahnya. Syaikh Nazim menginap disana. Setelah shalat subuh, tuan rumah itu mengatakan ‘Ya syaikh, aku memintamu menginap malam ini untuk menunjukkan padamu sebuah jubah berharga yang kami warisi selama 27 tahun yang lalu. Diwariskan dari seorang syaikh hebat dari thariqat Qadiriah dari Baqhdad sampai akhirnya berada di tangan kami. Semua syaikh kami menyimpan dan menjaganya karena dulunya ini jubah pribadi dari ‘Ghawth’ pada masa itu.
Seorang
syaikh Turki dari thariqat Naqsybandi berkhalwat di masjid-makam syaikh
Abdul Qadir Jailani. Setelah selesai, beliau berikan jubah ini sebagai
hadiah karena sudah melayaninya selama khalwat. Syaikh Qadiriah pemegang
jubah ini mengatakan pada penerusnya ketika akan meninggal agar
menjaganya, karena siapapun yang mengenakan jubah itu, segala
penyakitnya akan sembuh. Setiap murid yang mengenakan jubah ini dalam
perjalanannya menuju hadirat Ilahi akan mudah terangkat dalam tingkat
kashf.’
Beliau
membuka almari dan memperlihatkan sebuah jubah yang disimpan di kotak
kaca. Dia keluarkan jubah itu. Syaikh Nazim tersenyum melihatnya. Syaikh
Qadiriah itu bertanya pada syaikh Nazim,” Apakah sebenarnya ini, syaikh
? “
Syaikh
Nazim menjawab : “ Hal ini membuat aku bahagia. Jubah ini aku berikan
pada Syaikh thariqat Qadiriah saat aku selesai khalwat.”
Ketika mendengar hal ini syaikh tersebut mencium tangan syaikh Nazim dan meminta bay’at di dalam thariqat Naqsybandi.
Khalwat di Madinah
Sering kali syaikh Nazim diperintahkan melakukan khalwat dengan kurun waktu antara 40 hari sampai setahun. Tingkatan khalwatnya juga berbeda, mulai diisolasi dari kontak dunia luar, shalat, atau hanya diperkenankan adanya kontak saat melaksanakan dzikir atau pertemuan karena memberi kajian. Beliau sering melaksanakan khalwat di kota Nabi. Kata beliau :
Tidak
seorangpun diberi kehormatan melakukan khalwat bersama syaikh mereka.
Aku mendapatkan kesempatan ini berada dalam satu ruangan dengan syaikh
Abdullah di Madinah. Sebuah ruangan kuno dekat masjid suci Nabi Muhammad
saw. Disana terdapat satu pintu dan satu buah jendela. Segera setelah
kami memasuki ruangan itu, syaikh menutup jendela rapat-rapat dan beliau
mengijinkan aku keluar hanya pada saat menunaikan shalat 5 waktu di
Masjid Nabi.
Beliau
mengingatkan aku agar ‘mengawasi langkah / nazar bar qadam ’ ketika
dalam perjalanan menuju tempat shalat. Dengan disiplin dan mengontrol
penglihatan kita berarti memutuskan diri dari segala hal kecuali pada
Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Besar beserta Nabi-Nya.
Syaikh
Abdullah tidak pernah tidur selama khalwat berlangsung. Selama satu
tahun aku tidak pernah melihat beliau tidur dan menyentuh makanan. Hanya
semangkuk sup dan sepotong roti disediakan untuk kami setiap harinya.
Beliau selalu memberikan bagiannya kepadaku. Beliau hanya minum air dan
tidak pernah meninggalkan ruangan itu.
Malam demi malam, hari demi hari, grandsyaikh duduk membaca Qur’an hanya dengan penerangan lilin, berdzikir dan mengangkat tangannya dalam do’a. Kadang aku tidak mengerti apa yang beliau ucapkan karena beliau menggunakan bahasa surgawi. Aku hanya mampu memahaminya lewat ilham dan penglihatan yang datang pada hatiku.
Malam demi malam, hari demi hari, grandsyaikh duduk membaca Qur’an hanya dengan penerangan lilin, berdzikir dan mengangkat tangannya dalam do’a. Kadang aku tidak mengerti apa yang beliau ucapkan karena beliau menggunakan bahasa surgawi. Aku hanya mampu memahaminya lewat ilham dan penglihatan yang datang pada hatiku.
Aku
tidak tahu kapan saatnya malam ataupun siang kecuali saat shalat.
Grandsyaikh tidak pernah melihat sinar matahari selama setahun penuh,
kecuali cahaya dari lilin. Dan aku melihat cahaya matahari hanya ketika
pergi untuk shalat.
Melalui
khalwat tersebut, spiritualitasku meningkat ke tingkatan yang
berbeda-beda. Suatu hari aku mendengar beliau mengatakan : ‘Ya Allah,
beri daku kekuatan “Ghawth” / perantara / penolong, dari kekuatan yang
Engkau berikan pada Nabi-Mu. untuk meminta ampunanMu bagi seluruh umat
manusia saat kiamat nanti dan mengangkat mereka menuju Hadirat-Mu.’
Ketika
beliau mengatakan hal ini, aku mengalami ‘penglihatan’ keadaan disaat
hari kiamat. Allah swt turun dari Arsh-Nya dan mengadili umat manusia..
Nabi berada di samping kanan-Nya. Grandsyaikh berada di sebelah kanan
Nabi, dan aku berada di sebelah kanan grandsyaikh.
Setelah
Allah mengadili umat manusia, Dia memberi wewenang Nabi untuk menjadi
perantara ampunan-Nya. Ketika Nabi selesai melakukannya, beliau meminta
grandsyaikh untuk memberi barakahnya dan mengangkat mereka dengan
kekuatan spiritual yang telah diberikan. Penglihatan itu berakhir dan
aku mendengar grandsyaikh mengatakan, ‘ al-hamdulillah, al-hamdulillah,
Nazim effendi, aku sudah mendapat jawabannya.’
Suatu
hari selesai shalat subuh grandsyaikh mengatakan, ‘ Nazim Effendi,
lihat !’ Kemana harus kulihat, atas, bawah, kanan atau kiri ? Ternyata
ada di bagian hati beliau. Sebuah penglihatan muncul. Aku melihat syaikh
Abdul Khaliq al Ghujdawani muncul dengan tubuh fisiknya dan mengatakan
padaku,
’ Oh anakku, syaikh-mu memang unik. Tidak ada yang seperti dia sebelumnya. ‘
Kemudian kami diajak beliau di tempat lain di bumi ini.
‘ Allah swt memintaku untuk pergi ke batu itu dan memukulnya’ sambil menunjuk sebuah batu. Ketika beliau memukulnya, sebuah semburan air memancar deras keluar dari batu itu. Kata beliau, ‘ Air itu akan terus memancar seperti ini sampai kiamat nanti, dan Allah swt mengatakan padaku bahwa pada setiap tetes air ini Dia ciptakan satu malaikat bercahaya yang akan selalu memuji-Nya sampai kiamat nanti.’
Kata Allah : ‘ Oh hamba-Ku Abdul Khaliq al-Ghujdawani, tugasmu adalah memberi nama para malaikat ini dengan nama yang berbeda dan tidak boleh ada pengulangan. Hitung pula berapa kali pujian-pujian mereka, kemudian bagikan pada seluruh pengikut thariqat Naqsybandi. Itulah tanggung jawabmu.” Aku takjub akan beliau beserta tugas luar biasa yang diembannya.
Penglihatan
itu terus berlanjut serasa menghujaniku. Pada hari terakhir khalwat
kami setelah shalat subuh aku mendengar suara-suara dari arah luar
ruangan kami. Suara orang dewasa dan suara anak-anak menangis. Tangisan
itu semakin menjadi-jadi dan berlangsung berjam-jam. Aku tidak tahu
siapa yang menangis karena tidak diizinkan untuk melihatnya. Grandsyaikh
bertanya, “ Nazim Effendi, tahukah kamu siapa yang sedang menangis ?”
Walaupun aku tahu bahwa itu bukan tangisan manusia, namun aku menjawab,
” Oh syaikh, engkaulah yang lebih mengetahuinya.”
“Setan mengumumkan pada komunitasnya bahwa 2 manusia di bumi ini telah lolos dari kendalinya."
Kemudian
aku melihat setan dan bala tentaranya telah dirantai dengan rantai
surgawi untuk mencegah mereka mendekati syaikh dan aku. Penglihatan itu
berakhir. Grandsyaikh meletakkan tangannya di dadaku sambil mengata.kan,
” Alhamdulillah, Nabi bahagia akan aku dan kamu.”
Lalu
aku melihat Nabi Muhammad beserta 124.000 nabi-nabi lain, 124.000
sahabat-sahabatnya, 7007 awliya-awliya Naqsybandi, 313 awliya agung, 5
Qutb dan Ghawth. Semuanya memberi selamat kepadaku. Mereka mengalirkan
dalam hatiku ilmu spiritual mereka. Aku mewarisi dari mereka
rahasia-rahasia thariqat Naqsybandi dan 40 thariqat-thariqat lainnya.
KARAMAH SYAIKH NAZIM
Pada th 1971, syaikh Nazim seperti biasa berada di Siprus selama 3 bulan; rajab, shaban, dan ramadhan. Suatu hari di bulan shaban, kami mendapat telpon dari bandara di Beirut. Ternyata dari syaikh Nazim yang meminta kami untuk menjemputnya. Kami terkejut karena tidak mengira beliau akan datang.
“
Aku diminta Nabi untuk menemuimu hari ini karena ayahmu akan wafat. Aku
yang akan memandikan jenazahnya, mengkafani dan menguburkannya lalu
kembali ke Siprus. “
“ Oh, syaikh. Ayah kami dalam keadaan sehat. Tidak ada sesuatu terjadi pada beliau.”
“Itulah yang dikatakan padaku.” Jawab beliau dengan amat yakin. Kamipun menyerah saja karena apapun yang dikatakan syaikh kami harus menerimanya.
Beliau
meminta kami mengumpulkan seluruh keluarga untuk melihat ayah kami
terakhir kalinya. Kami mempercayainya dan melaksanakannya walaupun ada
yang terkejut dan ada yang tidak mempercayainya saat kami memanggilnya.
Ada yang hadir dan ada yang tidak. Ayahku tidak mengetahui masalah ini,
hanya melihat kunjungan keluarga sebagai hal yang biasa. Jam tujuh
kurang seperempat. Kata syaikh Nazim,” Aku harus naik ke apartemen
ayahmu untuk membaca surat Ya Sin tepat ketika beliau wafat.” Lalu
beliau naik dari flat kami dibawah. Ayahku memberi salam pada syaikh
Nazim lalu mengatakan,” Oh syaikh Nazim, sudah lama kami tak mendengar
anda membaca qur’an. Maukah anda melakukannya untuk kami ?” Syaikh
Nazimpun mulai membaca surat Ya Sin. Ketika beliau selesai membacanya,
jarum jam menunjukkan tepat pukul tujuh. Persis ketika ayahku
berteriak,” Jantungku, jantungku..!!” Kami merebahkan beliau, kedua
saudaraku yang sama-sama dokter memriksa ayah. Jantungnya berdebar keras
tak terkontrol dan dalam hitungan menit, beliau menghembuskan nafas
terakhirnya.
Semua
orang melihat pada syaikh Nazim dengan takjub dan keheranan. “
Bagaimana beliau mengetahuinya ? wali macam apakah beliau ? bagaimana
bisa dari Siprus, beliau datang hanya untuk hal ini ? rahasia seperti
apakah yang ada di hatinya ? “
Rahasia yang di simpan beliau adalah berkat sayang Allah swt pada beliau. Allah memberi wewenang akan kekuatan dan ramalan karena beliau memelihara keikhlasan, ketaatan, dan kesetiaan pada agama Allah. Beliau menjaga kewajiban dan ibadahnya. Beliau menghormati Al-Quran. Beliau sama dengan seluruh awliya naqsybandi sebelumnya, seperti halnya seluruh awliya thariqat lain dan para leluhurnya, syaikh Abdul Qadir Jailani dan Jalaluddin Rumi dan Muhyiddin Ibn Arabi yang menaati tradisi-tradisi Islam selama 1400 tahun. Dengan cinta Ilahi itu beliau akan dianugerahi pengetahuan Ilahiah, kebijaksanaan, spiritualitas dan segala hal. Beliau akan menjadi orang yang mengetahui akan masa lalu, saat ini dan masa depan.
Kami merasa terperangkap diantara dua emosi. Satu, karena tangis kesedihan kami akan wafatnya ayah dan yang kedua kebahagiaan atas apa yang diperbuat oleh guru kami pada almarhum ayah. Kedatangan beliau demi ayah kami pada akhir hayatnya tidak akan pernah kami lupakan. Beliau memandikan jasad dengan tangan beliau yang suci. Setelah semua tugas dijalankan, beliau kembali lagi ke Siprus tanpa diundur.
Rahasia yang di simpan beliau adalah berkat sayang Allah swt pada beliau. Allah memberi wewenang akan kekuatan dan ramalan karena beliau memelihara keikhlasan, ketaatan, dan kesetiaan pada agama Allah. Beliau menjaga kewajiban dan ibadahnya. Beliau menghormati Al-Quran. Beliau sama dengan seluruh awliya naqsybandi sebelumnya, seperti halnya seluruh awliya thariqat lain dan para leluhurnya, syaikh Abdul Qadir Jailani dan Jalaluddin Rumi dan Muhyiddin Ibn Arabi yang menaati tradisi-tradisi Islam selama 1400 tahun. Dengan cinta Ilahi itu beliau akan dianugerahi pengetahuan Ilahiah, kebijaksanaan, spiritualitas dan segala hal. Beliau akan menjadi orang yang mengetahui akan masa lalu, saat ini dan masa depan.
Kami merasa terperangkap diantara dua emosi. Satu, karena tangis kesedihan kami akan wafatnya ayah dan yang kedua kebahagiaan atas apa yang diperbuat oleh guru kami pada almarhum ayah. Kedatangan beliau demi ayah kami pada akhir hayatnya tidak akan pernah kami lupakan. Beliau memandikan jasad dengan tangan beliau yang suci. Setelah semua tugas dijalankan, beliau kembali lagi ke Siprus tanpa diundur.
Suatu
ketika syaikh Nazim mengunjungi Lebanon selama 2 bulan pada musim haji.
Gubernur kota Tripoli, Lebanon yang bernama Ashar ad-Danya merupakan
pemimpin resmi suatu kelompok haji. Beliau menawari syaikh Nazim untuk
pergi bersama menunaikan ibadah haji. Kata syaikh,” Saya tidak bisa
pergi dengan anda, tapi insya Allah, kita akan bertemu disana.”
Gubernur
tetap memaksa. “ Jika anda pergi, pergilah dengan saya. Jangan dengan
orang lain.” Syaikh Nazim menjawab,” Saya tidak tahu apakah saya akan
pergi atau tidak.”
Ketika musim haji telah usai dan gubernur telah kembali, beliau segera menuju ke rumah syaikh Nazim. Dihadapan sekitar 100 orang, kami mendengar beliau mengatakan,” Oh syaikh Nazim, mengapa anda pergi dengan orang lain dan tidak bersama kami?” Kamipun menjawab,” Syaikh tidak pergi haji. Beliau bersama kami disini selama 2 bulan berkeliling Lebanon.”
Ketika musim haji telah usai dan gubernur telah kembali, beliau segera menuju ke rumah syaikh Nazim. Dihadapan sekitar 100 orang, kami mendengar beliau mengatakan,” Oh syaikh Nazim, mengapa anda pergi dengan orang lain dan tidak bersama kami?” Kamipun menjawab,” Syaikh tidak pergi haji. Beliau bersama kami disini selama 2 bulan berkeliling Lebanon.”
Gubernur
berkata,” Tidak ! beliau pergi haji, kami punya saksi-saksi. Waktu itu
saya sedang thawaf dan syaikh Nazim mendatangiku lalu mengatakan’ Oh
Ashur, anda di sini?’ saya mengiyakan dan kami melakukan thawaf
bersama-sama. Beliau menginap di hotel kami di Makkah. Dan menghabiskan
siang hari bersama di tenda kami di Arafat. Beliau juga menginap bersama
saya di Mina selama 3 hari. Lalu beliau mengatakan ‘Aku harus ke
Madinah mengunjungi Nabi saw.’
kemudian
kami menatap syaikh Nazim yang menampakkan senyum khasnya dan
seakan-akan mengatakan : “ Itulah kekuatan yang dianugerahkan Allah pada
para awliya-Nya. Bila mereka berada di jalan-Nya, meraih cinta-Nya dan
hadirat-Nya, Allah akan menganugerahi segala hal.’
“
Oh syaikh-ku, karamah apa yang engkau tunjukkan pada kami adalah sangat
luar biasa. Tidak pernah aku melihatnya selama hidupku. Aku ini seorang
politikus. Aku percaya pada akal dan logika. Kini aku harus mengakui
bahwa anda bukanlah orang biasa. Anda mempunyai kekuatan supranatural.
Sesuatu yang Allah sendiri anugerahkan pada anda!”
Gubernur
itu mencium tangan syaikh Nazim dan meminta bay’at di dalam Thariqat
Naqsybandi. Kapanpun syaikh Nazim mengunjungi Lebanon, gubernur dan
perdana mentri Lebanon akan duduk dalam komunitas syaikh Nazim. Sampai
saat ini, keluarga-keluarga beliau dan masyarakat Lebanon menjadi
pengikut Syaikh Nazim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar